Harian Masyarakat | Partai NasDem resmi mengganti Ahmad Sahroni dari posisinya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Rotasi ini tertuang dalam surat Fraksi Partai NasDem bernomor 758/DPR-RI/VIII/2025 tertanggal 29 Agustus 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Fraksi NasDem DPR Viktor Bungtilu Laiskodat dan turut diteken oleh Ahmad Sahroni sendiri sebagai pengurus fraksi.
Dalam keputusan itu, Ahmad Sahroni dipindahkan menjadi anggota Komisi I DPR. Posisi Wakil Ketua Komisi III DPR yang ia tinggalkan kini diisi oleh Rusdi Masse Mappasessu, yang sebelumnya duduk sebagai anggota Komisi IV DPR.
Ketua Fraksi NasDem Viktor Laiskodat menegaskan, rotasi ini merupakan bagian dari strategi penyegaran untuk memperkuat kinerja fraksi di parlemen. Ia menyebut langkah tersebut selaras dengan semangat Restorasi Indonesia.
“Setiap kader ditempatkan sesuai kapasitas terbaiknya demi rakyat. Politik restorasi harus hadir nyata dalam legislasi, pengawasan, dan pelayanan masyarakat,” kata Viktor dalam keterangan tertulis.
Klarifikasi NasDem: Rotasi Bukan Pencopotan
Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, membantah isu bahwa Sahroni dicopot karena pernyataan kontroversialnya. Ia menegaskan, rotasi jabatan ini adalah hal biasa dan rutin dilakukan fraksi.
“Rotasi rutin, tidak ada pencopotan. Hanya penyegaran,” ujarnya, Jumat (29/8/2025).
Hermawi juga menolak anggapan bahwa mutasi Ahmad Sahroni berkaitan langsung dengan kritik publik atas ucapannya. “Rotasi biasa saja,” katanya singkat.
Kontroversi Ucapan Ahmad Sahroni
Sebelum rotasi diumumkan, Ahmad Sahroni menjadi sorotan tajam publik akibat sejumlah pernyataannya terkait gaji DPR, tunjangan, serta kritik masyarakat.
Pada 22 Agustus 2025 saat kunjungan kerja ke Polda Sumut, Sahroni menyebut desakan pembubaran DPR sebagai sikap “mental orang tolol sedunia.” Ucapan itu memicu gelombang kritik dari warganet, tokoh publik, hingga organisasi mahasiswa. Bahkan, unjuk rasa terjadi di depan Gedung DPR pada 25 dan 28 Agustus 2025.
Eks Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno menyatakan tersinggung dengan ucapan tersebut. Ia menilai pernyataan Sahroni sama saja menghina rakyat. Hal senada juga disampaikan mantan anggota DPR Didi Irawadi Syamsuddin yang menilai ucapan itu sebagai bentuk pelecehan terhadap harkat demokrasi.
Ketua Umum GMNI, Muhammad Risyad Fahlefi, menegaskan bahwa kritik publik berbasis data justru lebih banyak bernada konstruktif, bukan tuntutan pembubaran DPR. Ia menyayangkan pernyataan Sahroni yang dianggap kontraproduktif.
Klarifikasi Sahroni
Setelah menuai kecaman, Sahroni memberikan klarifikasi. Ia mengaku ucapannya dipahami keliru dan menegaskan tidak bermaksud menghina masyarakat. Menurutnya, istilah “tolol” ditujukan pada logika berpikir bahwa DPR bisa dibubarkan hanya karena isu gaji dan tunjangan, bukan kepada rakyat secara umum.
“Tidak ada saya menyebut masyarakat tolol. Yang saya maksud adalah cara berpikir bahwa DPR bisa bubar hanya karena tunjangan, itu yang tidak masuk akal,” kata Sahroni.
Ia juga menyebut, tunjangan yang diterima DPR lebih hemat dibanding fasilitas rumah dinas yang menelan biaya perawatan lebih tinggi. Menurutnya, anggota DPR memiliki empati dan cara masing-masing dalam menyalurkan rezeki kembali ke masyarakat.
Pernyataan Kontroversial Lain
Selain soal pembubaran DPR, Sahroni juga sempat menimbulkan polemik ketika mendukung langkah aparat menindak tegas pendemo yang dianggap anarkis, meski di antaranya masih di bawah umur. Ia menyebut kelompok tersebut sebagai “brengsek” dan berbahaya bagi ketertiban umum.
“Saya dukung Polda Metro menangkap mereka-mereka yang anarkis, sekalipun di bawah umur. Itu brengsek sekali. Tidak bisa dibiarkan,” ucapnya dalam rekaman suara pada 26 Agustus 2025.
Pernyataan ini kembali memicu perdebatan, terutama di kalangan aktivis dan mahasiswa yang menilai Sahroni tidak bijak sebagai pejabat publik.