spot_img

Anak-Anak Gaza Menangis Kelaparan: Ingin ke Surga, di Sana Ada Makanan

Harian Masyarakat | Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres dan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap krisis kelaparan yang semakin parah di Jalur Gaza. Kedua pemimpin dunia ini menegaskan bahwa kelaparan massal yang terjadi bukan hanya krisis kemanusiaan, melainkan krisis moral dan bencana buatan manusia akibat blokade ketat oleh Israel.

“Ini bukan sekadar krisis kemanusiaan. Ini adalah krisis moral yang menantang hati nurani dunia,” tegas Guterres, dikutip dari CNN. Ia menambahkan, anak-anak di Gaza bahkan mulai berbicara tentang keinginan mereka pergi ke surga karena percaya “setidaknya di sana ada makanan.”

Data PBB menunjukkan seluruh populasi Gaza, sekitar 2,1 juta jiwa, kini hidup dalam kondisi rawan pangan. Sekitar 900.000 anak mengalami kelaparan, dan 70.000 di antaranya sudah menunjukkan gejala malnutrisi. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa setidaknya 111 orang telah meninggal akibat kelaparan, termasuk 80 anak-anak. Dalam 24 jam terakhir saja, 10 kematian baru dilaporkan.

gaza kelaparan palestina israel

Tedros menyatakan kelaparan ini adalah hasil dari tindakan manusia. “Saya tidak tahu apa lagi yang bisa Anda sebut selain kelaparan massal. Itu buatan manusia, dan itu sangat jelas. Ini karena blokade,” ujar Tedros, dikutip dari The Guardian.

Lebih dari 100 organisasi kemanusiaan internasional, termasuk Doctors Without Borders (MSF), Amnesty International, dan Oxfam, juga menuding Israel menghalangi akses terhadap bantuan penyelamat nyawa. Dalam surat terbuka, mereka menulis bahwa makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar tertahan di perbatasan karena larangan dan pembatasan dari pihak Israel.

“Kami menyaksikan kolega dan mitra kami perlahan-lahan mulai kurus badannya,” bunyi pernyataan bersama mereka.

gaza kelaparan palestina israel

Aqsa Durrani, dokter dari MSF yang baru bertugas di Gaza, menyebut kondisi di sana sebagai “dunia distopia yang menjadi nyata.” Tenaga medis hanya makan satu kali setiap dua hingga tiga hari. Ia mengatakan anak-anak menangis bukan karena luka bakar atau amputasi, melainkan karena rasa lapar.

“Satu dari empat anak kecil dan ibu hamil yang datang ke klinik kami mengalami malnutrisi,” ungkap Durrani. Ia menilai bantuan udara yang ditawarkan Israel sebagai solusi sangat tidak memadai karena jumlahnya kecil, berbahaya, dan tidak efektif.

Sebelum perang, sekitar 500 truk bantuan diizinkan masuk ke Gaza setiap hari. Kini, jumlah itu merosot menjadi rata-rata hanya 28 truk per hari, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan lebih dari dua juta warga.

gaza kelaparan palestina israel

Distribusi bantuan juga menuai kontroversi. Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang didukung AS dan Israel, disebut PBB beroperasi di lokasi-lokasi yang menjadi jebakan maut karena risiko kekerasan. Sejak akhir Mei 2025, lebih dari 1.000 warga Palestina tewas saat mencoba mengakses titik distribusi bantuan.

Israel mengklaim distribusi melalui GHF dimaksudkan untuk mencegah bantuan jatuh ke tangan Hamas. Namun, para aktivis kemanusiaan mengecam pendekatan ini, menyebutnya melanggar prinsip bantuan internasional dan menjadikan kelaparan sebagai senjata perang.

Kondisi semakin diperburuk oleh serangan militer Israel yang terus berlanjut. Menurut PBB, pada Juli 2025, satu warga sipil Gaza terbunuh setiap 12 menit, menjadikannya bulan paling mematikan sejak konflik dimulai. Dalam satu hari terakhir, setidaknya 72 warga Palestina tewas akibat serangan Israel, termasuk dua jurnalis dan seorang perempuan hamil.

gaza kelaparan palestina israel

Militer Israel juga menyerang fasilitas WHO di Deir al-Balah dan membatalkan visa pejabat bantuan tertinggi PBB di Gaza. Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Lapangan Gaza, Marwan Al-Hams, masih ditahan dan mengalami luka tembak selama penahanan.

Guterres menegaskan bahwa PBB akan terus bersuara dan menyerukan penghentian segera blokade serta pembukaan akses penuh untuk bantuan kemanusiaan. Namun, ia juga mengakui bahwa pernyataan dan kecaman saja tidak cukup.

“Kata-kata tidak mengenyangkan perut anak-anak yang kelaparan,” tutup Guterres.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news