Harian Masyarakat | Tim nasional Indonesia memasuki fase paling penting dalam sejarah sepak bola nasional. Setelah menembus putaran keempat kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, skuad Garuda kini berada satu langkah lagi menuju panggung terbesar sepak bola dunia.
Dari total 47 negara Asia yang memulai perjalanan sejak putaran pertama, Indonesia menjadi satu-satunya negara di luar 100 besar ranking FIFA yang berhasil mencapai babak ini. Dengan koleksi 12 poin dari 10 laga, hasil tiga kemenangan, tiga seri, dan empat kekalahan, Indonesia mencatat sejarah sebagai wakil Asia Tenggara pertama yang menembus putaran keempat.
Pada undian yang digelar Kamis, 17 Juli 2025, Indonesia tergabung di Grup B bersama dua raksasa Asia Barat, Arab Saudi dan Irak. Hasil undian ini menempatkan skuad Garuda di pot terakhir, bersama Oman, akibat posisi mereka yang masih di peringkat 119 dunia.
Dari grup ini, hanya juara grup yang akan langsung lolos ke Piala Dunia 2026. Sementara tim peringkat kedua akan bertarung di babak playoff antargrup untuk berebut tiket playoff antarkonfederasi.

Polemik Wasit dan Protes PSSI
Persiapan menuju laga pertama melawan Arab Saudi sempat diwarnai kontroversi. PSSI melayangkan protes resmi ke Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) terkait penunjukan wasit asal Kuwait, Ahmed al-Ali.
Menurut Sekjen PSSI Yunus Nusi, keputusan AFC menunjuk wasit dari kawasan Timur Tengah dianggap tidak ideal karena dua lawan Indonesia di grup yang sama juga berasal dari wilayah tersebut. “Mengapa perangkat pertandingan dari Timur Tengah, dalam hal ini Kuwait, yang ditunjuk? Padahal ada wasit-wasit andal dari Jepang, Korea Selatan, dan Australia,” kata Yunus Nusi pada 7 Oktober 2025.
Namun, protes itu ditolak AFC. Indonesia pun harus menerima keputusan tersebut dan berharap Al-Ali bisa memimpin laga secara netral. Situasi ini semakin sensitif karena seluruh pertandingan Grup B digelar di Arab Saudi, yang juga akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034.
Dilema di Bawah Mistar
Nasib tak berpihak kepada Indonesia saat menjelang laga krusial. Harapan memperkuat posisi penjaga gawang dengan naturalisasi Emil Audero pupus karena cedera otot yang ia alami saat membela Como, 27 September lalu.
Padahal Emil sedang dalam performa puncak, mencatat empat clean sheet dari enam laga di awal musim bersama Cremonese dan timnas Indonesia. Sebagai lulusan akademi Juventus dan mantan pemain Inter Milan, pengalamannya di pertandingan besar sangat dibutuhkan.
“Inilah sepak bola. Inilah kehidupan,” ujar Emil dengan nada kecewa setelah dipastikan absen di dua laga penting tersebut.
Kondisi kiper lainnya, Maarten Paes, juga sempat diragukan. Absennya dua penjaga gawang utama ini menjadi topik paling ramai dibahas di media sosial. Menurut riset lembaga pemantau media Binokular, isu ini mencatat 915 percakapan dengan lebih dari 560 ribu keterlibatan (engagement).
Strategi Patrick Kluivert

Pelatih Patrick Kluivert kini berada di bawah tekanan besar. Setelah gagal membawa Indonesia lolos otomatis di putaran ketiga, pelatih asal Belanda itu harus menemukan strategi paling efektif melawan dua tim dengan kualitas di atas kertas yang jauh lebih tinggi.
Dalam empat laga terakhir putaran ketiga, Kluivert masih mempertahankan skema tiga bek tengah warisan Shin Tae-yong. Formasi itu sukses mencatat dua kemenangan atas China dan Bahrain tanpa kebobolan, namun rapuh saat menghadapi Australia dan Jepang, kebobolan 11 gol dari dua laga.
Pertanyaannya kini, apakah Kluivert akan tetap bertahan dengan tiga bek, atau beralih ke sistem empat bek yang lebih defensif menghadapi Arab Saudi dan Irak?
“Yang dipertaruhkan bukan sekadar kemenangan, tapi sejarah. Kami tahu lawan kuat, tapi kami datang dengan keberanian,” ujar Kluivert dalam konferensi pers di Jeddah.
Dukungan dan Emosi Publik
Menurut riset Binokular, dalam dua pekan terakhir (24 September–7 Oktober 2025), terdapat lebih dari 12.000 artikel media dan 94.000 percakapan di media sosial membahas perjuangan timnas Indonesia.
Publik menunjukkan dua emosi besar: keyakinan dan keraguan. Sebanyak 70,1 persen pemberitaan bersentimen positif, 27,1 persen negatif, dan 2,7 persen netral.
Sentimen negatif sebagian besar muncul akibat isu wasit dan cedera pemain kunci. Namun di sisi lain, narasi optimisme juga kuat, terutama lewat pernyataan Maarten Paes dan keyakinan terhadap strategi Kluivert.

“Publik melihat perjuangan ini bukan sekadar pertandingan, tapi refleksi dari evolusi sepak bola Indonesia,” kata Manajer News Big Data Analytics Binokular, Nicko Mardiansyah.
Vice President Operation Binokular, Ridho Marpaung, menambahkan, “Optimisme dan keraguan adalah hal wajar. Namun tim ini butuh dukungan penuh, bukan perdebatan.”
Menghadapi Arab Saudi: Tantangan Sejati
Laga perdana kontra Arab Saudi akan digelar Kamis, 9 Oktober 2025 pukul 00.15 WIB di Stadion Kota Olahraga Raja Abdullah, Jeddah. Ini menjadi pertemuan kedelapan Indonesia di tanah Saudi sejak 1980. Dari tujuh kunjungan sebelumnya, Indonesia hanya sekali pulang tanpa kekalahan, yakni saat menahan imbang 1-1 pada 2024.
Kini skuad Garuda datang dengan kepercayaan diri baru. Dari total 29 pemain yang dipanggil Kluivert, 19 pemain adalah naturalisasi Eropa, sementara 10 lainnya produk akademi lokal. Komposisi ini menjadikan tim Indonesia salah satu yang paling berimbang dalam sejarahnya.
Bermain di hadapan lebih dari 50.000 pendukung tuan rumah dan dipimpin wasit kontroversial bukan alasan untuk gentar. Kluivert menegaskan, pertandingan ini adalah ujian karakter dan mentalitas.
“Lawan kami unggul di peringkat dan pengalaman, tapi kami unggul di semangat. Kami datang bukan untuk bertahan, tapi untuk berjuang,” katanya.

Harapan di Tengah Realitas
Prediksi lembaga Football Meets Data dan Footy Rankings memperkirakan peluang Indonesia lolos hanya 5-7 persen untuk juara grup, dan 20 persen untuk posisi runner-up. Namun angka itu tak menyurutkan antusiasme publik.
Warganet memandang realistis, tapi mereka juga tahu sejarah besar selalu dimulai dari ketidakmungkinan. “Pertandingan melawan Arab Saudi adalah kesempatan emas untuk menulis bab baru sepak bola Indonesia,” kata Ridho Marpaung.
Kini semua mata tertuju ke Jeddah. Di bawah langit Timur Tengah, skuad Garuda membawa satu harapan besar: membuktikan bahwa mimpi ke Piala Dunia bukan lagi utopia, melainkan perjuangan nyata yang sedang mereka jalani.
Indonesia datang sebagai tim kecil, tapi dengan mimpi besar.
Dan sejarah tahu, mimpi besar selalu dimulai dari keberanian.















