Harian Masyarakat | Banjir besar yang melanda Bali sejak Selasa hingga Rabu (9-10/9/2025) menimbulkan dampak luas. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sembilan orang meninggal dunia dan enam orang masih hilang. Korban tersebar di Denpasar lima orang meninggal dengan dua orang masih hilang, Gianyar satu orang meninggal, Badung satu orang, serta Jembrana dua orang meninggal.
Selain korban jiwa, sebanyak 202 kepala keluarga atau 620 jiwa terdampak. Dari jumlah tersebut, 193 orang harus mengungsi. Rinciannya, 108 orang di Denpasar dan 85 orang di Jembrana. Para pengungsi ditempatkan di sekolah, balai banjar, hingga musholla setempat.
Skala Kerusakan
BNPB melaporkan 194 bencana terjadi di Bali sejak hujan ekstrem mengguyur wilayah itu. Banjir tercatat di 129 titik, paling banyak di Denpasar sebanyak 81 titik. Longsor terjadi di 27 titik dengan dampak terparah di Karangasem dan Tabanan.
Sebanyak 474 bangunan rusak, sebagian besar berupa kios dan ruko. Dua jembatan di Gianyar dan Karangasem putus. Wilayah Kampung Jawa di Denpasar menjadi salah satu kawasan terparah akibat luapan sungai yang merusak rumah warga di bantaran.
Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jayanegara, menetapkan status darurat bencana agar pemerintah bisa menggunakan dana Bantuan Tak Terduga (BTT). Pemerintah menyiapkan bantuan Rp15 juta untuk keluarga korban meninggal, Rp10 juta bagi pedagang, dan hingga Rp100 juta untuk rumah warga yang rusak.
Operasi Pencarian dan Bantuan
Hingga Kamis (11/9) pagi, tim gabungan Basarnas, BNPB, TNI, Polri, BPBD, dan relawan terus mencari enam korban hilang. Pencarian dilakukan di wilayah sungai dan permukiman yang terdampak dengan melibatkan 400–600 personel.
Selain pencarian, pembersihan material lumpur dan puing juga dilakukan menggunakan alat berat. BNPB menyalurkan bantuan berupa pompa air, genset, serta kebutuhan dasar warga. Rumah yang mengalami kerusakan dijanjikan akan diganti.
Palang Merah Indonesia (PMI) Jembrana mendistribusikan air bersih 5.000 liter ke daerah Pengambengan serta menyiapkan dapur umum bersama BPBD. Dua warga Jembrana dipastikan meninggal, masing-masing akibat tersengat listrik dan terseret arus.
Penyebab Banjir
Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, menjelaskan banjir disebabkan curah hujan ekstrem yang dipicu fenomena gelombang Rossby dan Kelvin. Balai Wilayah Sungai Bali-Penida melaporkan permukaan air sungai mulai normal pada Rabu malam.
BMKG memperkirakan hujan ekstrem di Bali mulai berkurang dan bergeser ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. BNPB telah menyiapkan operasi modifikasi cuaca di wilayah tersebut untuk mengantisipasi bencana serupa.
Kondisi Terkini di Jembrana
Sejumlah warga di Jembrana melaporkan air mulai surut sejak Rabu sore. Transportasi di beberapa wilayah sudah normal, meski masih ada genangan di sawah dan jalan kecil. Cuaca pada Kamis pagi relatif cerah berawan.
Dampak Banjir di NTT
Selain Bali, banjir bandang dan tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (9/9) dini hari. Bencana ini menelan korban empat orang meninggal dan empat orang hilang.
Korban hilang terdiri dari dua orang dewasa dan dua bayi. Hingga Rabu (10/9) malam, pencarian yang dilakukan SAR Maumere, Polres Nagekeo, dan TNI belum membuahkan hasil. Pencarian difokuskan di aliran sungai Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo, hingga muara sejauh 2,13 kilometer.
Longsor di Nagekeo menimbun tujuh titik jalan hingga akses dari Kecamatan Boawae ke Mauponggo terputus. Satu desa di Kecamatan Mauponggo, yaitu Desa Sawu, terisolasi.
Status Tanggap Darurat
Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan status tanggap darurat bencana selama satu minggu. Langkah ini untuk mempercepat proses penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pascabencana.
Sementara di NTT, BPBD setempat terus berkoordinasi dengan SAR dan TNI untuk melanjutkan pencarian korban serta membuka akses jalan yang tertutup material longsor.