spot_img

Buku Self-Healing Viral di Kalangan Gen Z: Temani Proses Pulih dari Luka Emosional

Harian Masyarakat – Bagi kalangan Gen Z, membaca kini bukan sekadar hobi. Di tengah tekanan hidup dan derasnya arus media sosial, buku justru menjadi tempat bernaung. Generasi Z menjadikan membaca sebagai ruang aman untuk pulih dari luka batin, belajar memahami diri, dan menemukan makna hidup.

Fenomena ini terlihat dari meningkatnya minat terhadap buku bertema refleksi, kehilangan, dan perjalanan emosi. Baik fiksi maupun nonfiksi, karya-karya ini menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar cerita: ketenangan.

Berikut deretan buku yang paling sering disebut Gen Z sebagai teman dalam proses penyembuhan diri.

1. Laut Bercerita – Leila S. Chudori

Buku ini menggambarkan luka kehilangan yang dalam lewat tokoh Biru Laut. Latar sejarah membuat kisahnya terasa nyata, tetapi yang paling membekas adalah cara penulis menuturkan duka dan rindu.
Bagi banyak pembaca muda, Laut Bercerita memberi ruang untuk menangis tanpa malu, sekaligus mengingat bahwa cinta dan memori tidak pernah benar-benar hilang.

2. Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati – Bernard Batubara

Lewat kisah-kisah pendek dan renungan personal, Bernard menggambarkan keresahan anak muda masa kini. Tentang sepi, kehilangan arah, dan keinginan untuk dimengerti.
Bahasa yang jujur membuat pembaca merasa tidak sendirian. Buku ini sering disebut sebagai “teman nongkrong dalam diam”.

3. Rindu – Tere Liye

Dalam novel ini, pelayaran panjang ke Tanah Suci menjadi metafora perjalanan batin manusia. Tokoh-tokohnya bergulat dengan rasa bersalah, kehilangan, dan keikhlasan.
Gen Z menyukai Rindu karena bahasanya lembut tapi dalam. Setiap halaman seperti mengajak pembaca berdialog dengan dirinya sendiri.

4. Ronggeng Dukuh Paruk – Ahmad Tohari

Meski berlatar desa kecil di Jawa, kisah Srintil justru sangat universal. Ia menggambarkan luka sosial, kemiskinan, dan keterpaksaan nasib.
Buku ini menjadi cermin bagi pembaca muda: bahwa penerimaan terhadap masa lalu adalah langkah pertama menuju pemulihan.

5. Filosofi Teras – Henry Manampiring

Berbeda dari fiksi, Filosofi Teras memperkenalkan Stoisisme dengan bahasa ringan dan relevan bagi anak muda.
Buku ini membantu Gen Z memahami pentingnya mengendalikan emosi dan menerima hal yang tidak bisa diubah. Banyak yang menjadikannya “kitab anti-overthinking”.

6. The Alpha Girl’s Guide – Henry Manampiring

Masih dari penulis yang sama, buku ini menjadi favorit perempuan muda yang ingin berdaya dan rasional.
Pesannya jelas: percaya diri tanpa bergantung pada validasi orang lain. The Alpha Girl’s Guide bukan sekadar motivasi, tapi panduan hidup yang realistis untuk tumbuh dewasa.

Buku Sebagai Ruang Pulih

Meningkatnya tren membaca di kalangan Gen Z menunjukkan perubahan cara mereka memaknai literasi. Buku bukan lagi hanya sumber hiburan, tetapi sarana memahami diri sendiri.
Dalam kesibukan dunia digital, halaman-halaman buku memberi jeda. Membaca menjadi bentuk self-healing yang sunyi, tanpa perlu bercerita kepada siapa pun.

Buku tidak selalu memberikan jawaban. Namun bagi banyak orang, ia menjadi pelukan yang tak terlihat.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news