spot_img

Desak Cabut Izin Gag Nikel di Raja Ampat, Walhi: Ekosistem Laut Terancam

Pemerintah tengah didesak untuk mencabut izin pertambangan PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Desakan ini datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Kepala Divisi Kampanye Walhi Fanny Tri Jambore menilai keputusan membiarkan PT Gag Nikel beroperasi akan mengancam ekosistem laut di daerah tersebut.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan mencabut empat dari lima IUP yang ada di Raja Ampat. Keempat IUP tersebut dimiliki oleh PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama dan PT Nurham.

“Pencabutan empat izin tambang memang langkah baik, tetapi membiarkan PT Gag Nikel tetap beroperasi di Pulau Gag sangat bertentangan dengan semangat perlindungan ekosistem,” kata Fanny melalui keterangan tertulis, Rabu, 11 Juni 2025.

Menurut Fanny, aktivitas pertambangan di pulau kecil sangat berisiko. Sebab daya dukung dan daya tampung pulau kecil terbatas. Aktivitas tambang bisa menyebabkan kerusakan ekosistem darat maupun laut serta berdampak langsung pada kesehatan dan kehidupan masyarakat setempat.

“Pulau Gag sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Ikan-ikan yang dulu mudah ditemukan kini menghilang, wilayah pesisir berubah menjadi dermaga tambang dan debu tambang menyebabkan gangguan pernapasan,” ujarnya.

Fanny menjelaskan, keberadaan tambang di pulau kecil juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Regulasi tersebut menyatakan aktivitas tambang bukan prioritas dan bahkan dilarang di pulau kecil.

“Pulau Gag termasuk dalam kategori tersebut. Larangan ini juga ditegaskan lewat putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang menyebut pertambangan di pulau kecil sebagai aktivitas berisiko tinggi yang bisa menyebabkan kerusakan permanen,” ujarnya.

Direktur Walhi Papua Maikel Peuki menyebutkan aktivitas PT Gag Nikel di Pulau Gag akan berdampak terhadap nasib masyarakat adat di pulau itu. Ia menyebut aktivitas tambang bisa memaksa warga meninggalkan tanah adat, menghilangkan identitas budaya, dan menghancurkan warisan alam Papua bagi generasi mendatang.

Maikel berpandangan, pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada pencabutan sebagian izin, tetapi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin tambang di pulau-pulau kecil.

Saat ini, kata Maikel, masih ada setidaknya 248 izin tambang aktif di 43 pulau kecil di Indonesia. Jika tidak segera dihentikan, eksploitasi ini akan mempercepat kerusakan ekosistem pesisir dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat lokal.

“Jika pemerintah serius dengan komitmen lingkungan dan keadilan iklim, maka mencabut izin PT Gag Nikel adalah langkah mendesak. Ini bukan hanya soal aturan, tapi soal keselamatan ekosistem dan generasi masa depan,” kata Fanny.

Pelaksana Tugas Presiden Direktur PT Gag Nikel Arya Kurnia menyatakan perusahaannya sudah mengikuti aturan dan mengutamakan aspek lingkungan.

“Atas dasar izin itu kami sebarkan pada para karyawan dan para stakeholder, bahwa kami tetap atur kondisi operasional sesuai dengan arahan dari Dirjen Minerba (Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM), untuk mengutamakan kondisi lingkungan,” kata Arya dalam pertemuan dengan media di Jakarta Selatan, Selasa, 10 Juni 2025.

Ia juga menjelaskan aktivitas terkini di lokasi tambang. Menurut dia, upaya rehabilitasi lingkungan tetap dilakukan karena tak bisa dihentikan. Namun untuk kondisi produksi, penjualan dan sebagainya berhenti sementara menunggu keputusan resmi dari pemerintah.

Arya menerangkan bahwa sejak perusahaan resmi melakukan produksi pada 2018, PT Gag Nikel telah mengantongi AMDAL resmi dan diawasi Kementerian Lingkungan Hidup.

Ia juga mengklaim telah mereklamasi bekas tambang dengan menanam puluhan ribu bibit tanaman endemik di lahan seluas 130 hektare. Serta memantau kualitas air dan keanekaragaman hayati secara berkala.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news