spot_img

Dewan Keamanan PBB Buntu: Ketika Hak Veto Jadi Senjata Politik Negara Superpower

Harian Masyarakat | Hak veto muncul setelah Perang Dunia II. Para pemenang perang, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet (kini Rusia), Cina, dan kemudian Prancis, diberi status anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB.

Pada Konferensi Dumbarton Oaks (1944), Yalta (1945), hingga San Francisco (1945), kekuatan besar sepakat bahwa mereka hanya mau bergabung jika diberi hak istimewa untuk membatalkan setiap resolusi yang merugikan kepentingan mereka.

Pasal 27 Piagam PBB menegaskan keputusan substantif hanya sah jika mendapat dukungan sembilan dari 15 anggota, termasuk persetujuan seluruh anggota tetap. Artinya, satu suara dari P5 cukup untuk menggagalkan keputusan dunia.

Ketimpangan Kekuatan

Majelis Umum PBB memiliki 193 anggota dengan sistem satu negara satu suara. Namun, keputusannya tidak mengikat secara hukum. Sebaliknya, resolusi Dewan Keamanan bersifat mengikat dan bisa memerintahkan sanksi ekonomi hingga aksi militer. Masalahnya, hak veto membuat mekanisme ini sering lumpuh.

Richard Gowan dari International Crisis Group menyebut banyak resolusi DK PBB yang tidak berdampak nyata. Bahkan pada 2002, ada 91 resolusi yang diabaikan, termasuk 31 oleh Israel dan 23 oleh Turki.

hak veto dewan keamanan pbb

Statistik Penggunaan Veto

Sejak 1946 hingga kini, hak veto digunakan lebih dari 300 kali. Uni Soviet/Rusia paling sering memakainya, terutama pada era Perang Dingin untuk menolak keanggotaan negara baru. Hingga kini Rusia telah menggunakan 120 veto.

Amerika Serikat mulai aktif sejak 1970 dan total sudah memakai 89 veto. Lebih dari separuhnya, 45 kali, digunakan untuk melindungi Israel dari kritik, terutama terkait pendudukan Palestina. Inggris memveto 29 kali, Prancis 16 kali, dan Cina 16 kali. Menariknya, Inggris dan Prancis tidak pernah lagi memakai veto sejak 1989, sementara Cina semakin sering memakainya sejak 1997, terutama terkait Suriah.

Veto dalam Konflik Besar

  • Perang Dingin: Uni Soviet sering menggagalkan resolusi Barat, sementara AS melindungi Israel.
  • Invasi Rusia ke Ukraina (2022–sekarang): Rusia memveto resolusi yang menentangnya.
  • Perang Israel–Hamas (2023–2024): AS memveto resolusi gencatan senjata pada 18 Oktober dan 8 Desember 2023, dengan alasan ingin memberi ruang diplomasi. Rusia dan Cina juga memveto resolusi AS yang dinilai tidak mencantumkan seruan gencatan senjata.
  • Suriah (2011–sekarang): Rusia dan Cina berulang kali menggagalkan resolusi terkait pelanggaran HAM.

hak veto dewan keamanan pbb

Kritik Tajam atas Veto

Banyak pihak menilai hak veto menjadikan DK PBB tidak demokratis. Negara besar bisa melanggar piagam tanpa konsekuensi, cukup dengan melindungi diri lewat veto. Cord Meyer, delegasi AS pada Konferensi San Francisco, bahkan menyebut sistem ini sebagai “anarki yang disamarkan” karena hukum hanya berlaku pada negara kecil, bukan kekuatan besar.

New Zealand pada 1945 juga mengecam Piagam PBB yang dianggap hanya kumpulan klise tanpa daya paksa. Kritik lain datang dari akademisi seperti Grenville Clark dan Louis Sohn yang menilai veto membuat PBB tidak pernah bisa menangani konflik besar yang melibatkan kekuatan utama.

Dampak Nyata Hak Veto

  1. Kebuntuan diplomasi: isu Ukraina, Palestina, Suriah tak pernah mendapat solusi lewat DK PBB.
  2. Kredibilitas merosot: resolusi diabaikan, negara anggota kehilangan kepercayaan.
  3. Keadilan timpang: rakyat di wilayah konflik, dari Gaza hingga Ukraina, jadi korban.
  4. Ketiadaan mekanisme hukum: tidak ada banding atas keputusan embargo DK PBB.

Usulan Reformasi

hak veto dewan keamanan pbb

Reformasi hak veto sulit karena perubahan Piagam PBB harus disetujui semua anggota tetap. Namun ada beberapa ide:

  • Pembatasan sukarela: Prancis, Swiss, dan negara lain mendorong agar P5 tidak menggunakan veto pada kasus genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
  • Veto kolektif: usulan agar veto hanya sah jika minimal dua anggota tetap sepakat, bukan satu negara saja.
  • Perluasan keanggotaan tetap: negara berkembang seperti India, Brasil, dan Afrika Selatan menuntut kursi permanen agar representasi lebih adil.
  • Transparansi proses: kelompok ACT (Accountability, Coherence, Transparency) mendorong P5 lebih terbuka dan akuntabel atas alasan penggunaan veto.

Jalan Buntu Reformasi

Piagam PBB memang sudah lima kali diamendemen sejak 1945, tetapi menyentuh hak veto hampir mustahil. Pasalnya, P5 memiliki hak memblokir setiap amandemen. Kondisi ini menjadikan veto bukan hanya alat diplomasi, tetapi juga pagar kokoh yang melindungi privilese negara besar.

Hak veto Dewan Keamanan PBB lahir sebagai kompromi politik agar kekuatan besar bersedia bergabung. Namun, tujuh dekade kemudian, mekanisme ini justru berubah menjadi penghalang perdamaian.

Selama hak veto tidak dibatasi, PBB akan terus gagal menangani konflik besar, kehilangan legitimasi moral, dan berisiko menjadi simbol ketidakberdayaan dunia menghadapi krisis global.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news