Harian Masyarakat | Presiden Amerika Serikat Donald Trump memicu kontroversi setelah menyatakan bahwa penggunaan paracetamol (acetaminophen), yang dikenal luas di Amerika Serikat dengan merek Tylenol, bisa meningkatkan risiko autisme jika dikonsumsi oleh ibu hamil. Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump mengatakan,
“Jangan minum Tylenol. Jangan minum itu. Lawan habis-habisan untuk tidak mengonsumsinya.”
Pernyataan itu bertepatan dengan langkah pemerintah AS yang berencana menambahkan label peringatan pada obat paracetamol mengenai potensi risiko autisme dan ADHD. Trump juga menyinggung vaksinasi, menyarankan agar vaksin MMR (measles, mumps, rubella) diberikan terpisah, meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut.
Donald Trump Didukung Robert F Kennedy Jr

Pernyataan Trump diperkuat oleh Menteri Kesehatan Robert F Kennedy Jr. Ia mengklaim AS tengah menghadapi “epidemi autisme” yang dipicu racun lingkungan, termasuk obat yang umum digunakan saat hamil. Kennedy juga mendorong FDA untuk mengubah label peringatan obat tersebut.
Kennedy menambahkan, pemerintah akan meneliti obat leucovorin, yang biasa dipakai untuk pasien kanker dan anemia, sebagai kemungkinan terapi autisme. Namun para ahli mengingatkan bahwa penelitian masih sangat terbatas dan tidak cukup bukti untuk menjadikannya pengobatan resmi.
Respon Keras Dunia Medis
Pernyataan Trump dan Kennedy langsung menuai kritik dari kalangan medis. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menyebut klaim itu “tidak bertanggung jawab”. Steven J Fleischman, presiden ACOG, menegaskan, “Data dari banyak penelitian menunjukkan bahwa paracetamol berperan penting dan aman bagi ibu hamil.”
Society for Maternal-Fetal Medicine (SMFM) juga menekankan bahwa belum ada hubungan kausal antara konsumsi obat itu saat hamil dan autisme. Badan kesehatan Inggris (MHRA) serta Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia menyatakan paracetamol tetap aman digunakan selama kehamilan.
Catherine Lord, profesor psikiatri dari UCLA, menambahkan bahwa demam tinggi dan nyeri yang tidak diobati justru berisiko bagi janin, sehingga ibu hamil perlu tetap berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat apa pun.
Apa Kata Penelitian Ilmiah?
Banyak penelitian telah mencoba mencari hubungan antara paracetamol dan autisme, namun hasilnya tidak konsisten.
- Studi besar di Swedia (2024): Meneliti 2,4 juta anak, termasuk data saudara kandung yang salah satunya terpapar paracetamol dan yang lain tidak. Hasilnya tidak ditemukan hubungan antara paparan obat tersebut di dalam kandungan dengan autisme, ADHD, atau gangguan intelektual.
- Studi Jepang (2025): Melibatkan lebih dari 200.000 anak dengan metode serupa. Tidak ada bukti adanya kaitan.
- Review 2025 (Icahn School of Medicine, Harvard, dan lainnya): Dari 46 penelitian sebelumnya, ditemukan beberapa indikasi asosiasi, tetapi tidak membuktikan penyebab. Para peneliti menekankan bahwa paracetamol sebaiknya tetap digunakan sesuai kebutuhan, dengan dosis terendah dan durasi sesingkat mungkin.
- Faktor pengganggu (confounding factors): Perempuan yang mengonsumsi paracetamol saat hamil biasanya memiliki masalah kesehatan lain seperti infeksi atau kondisi medis tertentu. Hal ini bisa menjelaskan adanya perbedaan pada risiko autisme, bukan karena paracetamol itu sendiri.
Monique Botha, profesor psikologi perkembangan dari Durham University, menegaskan,
“Tidak ada bukti kuat atau meyakinkan yang menunjukkan hubungan kausal. Kesimpulan yang berlawanan seringkali tidak berdasar dan tidak didukung metode ilmiah yang kuat.”
Risiko Jika Paracetamol Dihindari Total
Dokter memperingatkan bahwa larangan atau ketakutan berlebihan terhadap paracetamol justru berbahaya. Paracetamol merupakan satu-satunya obat bebas yang direkomendasikan untuk meredakan demam pada ibu hamil. Jika demam atau nyeri tidak ditangani, risiko yang bisa muncul antara lain:
- Cacat lahir pada janin (gangguan jantung, saraf, atau dinding perut).
- Kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.
- Tekanan darah tinggi, dehidrasi, depresi, hingga keguguran pada ibu.
Helen Tager-Flusberg, psikolog dari Boston University, menegaskan bahwa mencegah ibu hamil menggunakan paracetamol bisa menimbulkan dampak kesehatan yang jauh lebih serius dibanding risiko yang belum terbukti.
Klaim Hukum dan Latar Belakang Politik
Isu paracetamol dan autisme bukan hal baru di AS. Ratusan gugatan hukum diajukan oleh orang tua yang menuduh produsen gagal memperingatkan risiko ADHD dan autisme. Namun pada 2023, hakim federal menolak bukti para penggugat karena tidak didukung data ilmiah, dan pada 2024 seluruh gugatan federal resmi dibatalkan.
Pengamat menilai pernyataan Trump juga terkait dengan agenda politik yang mengedepankan gaya hidup “alami” dalam kehamilan. Sebelumnya, pemerintahan Trump-Kennedy juga dipandang skeptis terhadap vaksin Covid-19 dan penggunaan antidepresan pada ibu hamil, meskipun bukti medis menunjukkan manfaatnya lebih besar daripada risiko.
Apa yang Harus Dipercaya Publik?
Sampai saat ini, mayoritas penelitian medis tidak menemukan bukti bahwa paracetamol menyebabkan autisme. Meski ada beberapa studi yang menunjukkan asosiasi kecil, faktor lain seperti kesehatan ibu, kondisi lingkungan, dan genetik jauh lebih mungkin menjadi penjelasan.
Autism Science Foundation menyebut klaim Trump “menyesatkan dan tidak berbasis sains”. Para ahli sepakat bahwa ibu hamil sebaiknya tetap menggunakan paracetamol bila diperlukan, dengan dosis terendah dan durasi sesingkat mungkin, serta selalu berkonsultasi dengan dokter.
Autisme sendiri tidak memiliki satu penyebab tunggal. Menurut American Academy of Pediatrics, kondisi ini muncul dari kombinasi faktor genetik dan lingkungan, bukan dari konsumsi satu jenis obat.