Harian Masyarakat | Kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali dipertanyakan. Kritik publik muncul karena rendahnya kualitas undang-undang, lemahnya pemahaman isu penting, hingga kasus korupsi yang tak kunjung berhenti. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang latar belakang pendidikan DPR periode 2024-2029 memperkuat keraguan itu.
Dari 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 155 orang berpendidikan S-1, 119 orang S-2, dan 29 orang S-3. Namun, ada 63 anggota atau 10,85 persen yang hanya lulusan SMA. Lebih mengejutkan, 211 anggota (36,38 persen) tidak mencantumkan riwayat pendidikan. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar soal kompetensi mereka.
Syarat Jadi Anggota DPR Masih Minim
Undang-Undang Pemilu hanya mensyaratkan calon anggota DPR minimal lulusan SMA atau sederajat, berusia 21 tahun, sehat jasmani dan rohani, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta tidak pernah dipidana berat. Syarat ini membuat siapa pun yang populer atau punya modal besar bisa melenggang ke Senayan, meski belum tentu punya kapasitas membuat kebijakan negara.
Bukti Lemahnya Kinerja Legislasi
Rekam jejak legislasi menunjukkan Dewan Perwakilan Rakyat gagal memenuhi target. Sepanjang 2023, dari 42 RUU yang masuk Prolegnas Prioritas, hanya 5 yang berhasil disahkan. Dalam empat tahun (2020-2023), total hanya 25 RUU yang rampung. Padahal DPR seharusnya menjadi pusat pembentukan hukum.
Fitriani Ahlan Sjarif dari Indonesia Center for Legislative Drafting menilai lemahnya kinerja dipengaruhi kepentingan politik dan rendahnya kompetensi anggota. Banyak anggota dewan tidak memahami substansi RUU, bahkan harus bergantung penuh pada tenaga ahli.
Kritik dari Tokoh dan Publik
Ali Amran Tanjung dari Partai Bulan Bintang menilai banyak anggota DPR tidak punya kemampuan memperjuangkan aspirasi rakyat. Ia menekankan pentingnya integritas intelektual, sosial, dan moral. Menurutnya, wakil rakyat harus punya pemahaman mendalam soal persoalan bangsa dan berakar dari rakyat.
Penyanyi Agnez Mo juga melontarkan kritik keras. Ia menilai anggota DPR minim keterampilan berbicara di depan publik dan tidak punya empati. “Fakta bahwa kita bahkan harus menuntut sesuatu yang sesederhana keterampilan berbicara sudah sungguh luar biasa. Itu literally standar paling dasar untuk menjadi manusia, apalagi seorang pembuat undang-undang,” tulisnya di Instagram.
Mengapa Sertifikasi Penting
Jika guru wajib bersertifikat untuk menjamin kompetensi mendidik, maka wajar jika anggota DPR juga diwajibkan sertifikasi. Sertifikasi bisa mencakup:
- Pemahaman proses legislasi dan tata aturan hukum.
- Analisis kebijakan publik.
- Etika politik dan komunikasi publik.
- Pengetahuan isu strategis seperti lingkungan, digitalisasi, dan ekonomi global.
Dengan sertifikasi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat akan lebih siap, profesional, dan akuntabel. Publik bisa menilai bahwa wakilnya bukan sekadar produk popularitas, tetapi orang yang benar-benar layak menjalankan fungsi legislasi.
Sertifikasi Sebagai Jalan Reformasi Politik
Mewajibkan sertifikasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat adalah langkah strategis untuk memperbaiki demokrasi. Manfaat yang bisa dirasakan:
- Kinerja legislasi lebih berkualitas.
- Anggota DPR punya standar kompetensi yang jelas.
- Kepercayaan publik terhadap parlemen kembali meningkat.
Tantangannya memang besar. Ada potensi penolakan politis dan perdebatan soal standar uji. Namun jika ingin DPR yang benar-benar bekerja untuk rakyat, uji kompetensi tidak bisa dihindari.
Realitas saat ini menunjukkan DPR masih jauh dari harapan rakyat. Pendidikan yang minim, kinerja legislasi rendah, hingga lemahnya keterampilan dasar seperti komunikasi publik adalah bukti nyata. Sertifikasi bisa menjadi solusi untuk memastikan hanya orang yang kompeten dan berintegritas yang duduk di kursi parlemen.
Jika bangsa ini serius ingin memperbaiki kualitas demokrasi, sudah saatnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat diuji bukan hanya lewat pemilu, tapi juga lewat sertifikasi kompetensi yang ketat. Wakil rakyat tidak cukup hanya populer atau punya modal. Mereka harus terbukti mampu.
Apakah Anda setuju jika anggota DPR diwajibkan sertifikasi sebelum dilantik?