spot_img

Gaya Baru Menteri Keuangan yang Bikin Riuh Jakarta

Purbaya Balas Dendam dengan Kejujuran

Harian Masyarakat – Langit Jakarta masih berwarna kelabu ketika halaman Kementerian Keuangan mulai dipenuhi mobil dinas berpelat merah. Pagi itu, Selasa (7/10/2025), suasana terasa lebih sibuk dari biasanya.

Satu per satu gubernur dari berbagai provinsi turun dari kendaraan mereka, menenteng berkas dan wajah serius. Mereka datang bukan untuk seremoni, melainkan menyampaikan keluhan berat: rencana pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) yang dianggap mencekik keuangan daerah.

Di tengah ketegangan itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berdiri tenang. Baru sebulan menjabat menggantikan Sri Mulyani, ia sudah diserbu kritik dari berbagai arah — dari DPR, pejabat, hingga para kepala daerah. Namun, berbeda dari pejabat yang biasanya defensif, Purbaya memilih tersenyum.

“Kalau dia (para gubernur) mah minta semuanya ditanggung saya,” katanya santai, memancing tawa ringan di ruang rapat utama Gedung Kemenkeu. Tapi di balik candanya, ada ketegasan yang tak bisa disembunyikan. “Kita hitung kemampuan APBN seperti apa. Ekonomi kan sedang melambat, jadi kalau diminta sekarang, pasti saya enggak bisa,” ujarnya, lugas dan jujur.

Kritik dan “Balas Dendam” Ala Purbaya

Sejak hari pertama menjabat, Purbaya sudah menjadi sorotan. Banyak pejabat tidak suka dengan gayanya yang blak-blakan. Namun di hadapan publik, ia menjawab kritik itu dengan tenang.

“Katanya saya hantem sana, hantem sini,” ujarnya dalam forum Investor Daily Summit 2025, disambut tawa peserta. “Saya enggak hantem siapa pun. Saya cuma betulin yang menurut saya harus dibetulin.”

Ucapan itu sederhana, tapi menusuk. Di ruangan yang penuh investor dan pejabat tinggi, kalimat itu terdengar seperti tamparan halus bagi budaya birokrasi yang sering penuh basa-basi. Ada keberanian di balik senyum tipisnya — keberanian untuk berkata jujur di tengah pusaran politik dan ekonomi yang sensitif.

Ketika DPR menyoroti kebijakan kementeriannya soal Pertamina, Purbaya tak tinggal diam. “Waktu DPR hantem saya di situ, ya saya hantem balik Pertaminanya,” ujarnya, lagi-lagi dengan nada santai tapi tajam. Ia tak sedang mencari musuh, melainkan menegaskan prinsip: kritik harus dibalas dengan data, bukan emosi.

Suara dari Daerah: Dari Kaltara hingga Maluku Utara

Dalam pertemuan dengan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), keluhan datang bertubi-tubi. Gubernur Kalimantan Utara menyampaikan, warganya terpaksa memenuhi kebutuhan dari Malaysia karena tak ada jembatan penghubung antarwilayah.

“Pemprov Kaltara butuh sekitar Rp150 miliar,” kata Purbaya, sembari berjanji akan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR.

Namun ia juga menegaskan, banyak dana daerah yang selama ini tak terserap dengan baik. “Kalau mau bangun daerahnya, harusnya dari dulu sudah bagus. Anggarannya jangan meleset ke sana-sini,” ujarnya tajam.

Purbaya tahu ucapannya akan menimbulkan gelombang baru, tapi ia tak mundur. Ia sadar, memperbaiki sistem berarti menyentuh banyak kepentingan. “Saya baru di pemerintahan ini, tapi image pemerintah daerah kurang bagus di atas,” katanya jujur. Ia berharap, jika tata kelola daerah membaik, desentralisasi bisa berjalan lebih luas tanpa harus bergantung pada pusat.

Purbaya memang tipe pejabat yang tak suka berdiplomasi panjang. Namun, di balik ketegasannya, ada sisi humanis yang muncul dalam setiap pernyataannya. “Kalau ekonomi nanti membaik, pajak dan bea cukai enggak bocor, ya pasti kita bagi lagi (dana ke daerah),” janjinya, memberi sedikit harapan bagi para kepala daerah yang mulai resah.

Dari ruangan rapat itu, kejujuran Purbaya terasa seperti napas segar di tengah kepadatan udara politik Jakarta. Ia tak bicara untuk menyenangkan semua pihak, tapi untuk menunjukkan bahwa keberanian dan kejujuran masih punya tempat di pemerintahan.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news