Harian Masyarakat – Hamas menegaskan tidak akan melakukan gencatan senjata kecuali jika negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kota negara. Pernyataan ini disampaikan untuk menanggapi salah satu tuntutan utama Israel dalam perundingan gencatan senjata di Gaza.
Pernyataan tersebut juga merespons klaim yang dikaitkan dengan utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, yang menyebut bahwa Hamas telah “menyatakan kesediaannya” untuk meletakkan senjata.
Israel menjadikan perlucutan senjata Hamas sebagai salah satu syarat utama dalam kesepakatan penghentian konflik yang telah berlangsung berbulan-bulan di Gaza.
Negosiasi Gencatan Senjata Terhenti
Proses negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera dilaporkan terhenti sejak pekan lalu. Di tengah mandeknya pembicaraan, sejumlah negara Arab yang mulai mendesak Hamas untuk menyerahkan senjata dan kendali atas Jalur Gaza.
Desakan tersebut muncul setelah beberapa negara Barat, termasuk Prancis dan Kanada, mengumumkan rencana pengakuan terhadap negara Palestina. Inggris juga menyatakan akan mengakui negara Palestina jika Israel tidak memenuhi syarat tertentu pada September mendatang.
Sikap negara-negara tersebut muncul di tengah memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza. Badan-badan PBB memperingatkan potensi kelaparan massal akibat terbatasnya akses bantuan pangan ke wilayah tersebut.
Israel Bantah Blokade Bantuan
Israel membantah telah menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. Pemerintah Israel bersikeras tidak ada pembatasan masuknya bantuan dan menolak tudingan adanya kelaparan, meski laporan di lapangan menunjukkan kondisi berbeda.
Hamas, yang dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa, menyatakan tidak dapat melepaskan hak untuk “melawan dan mempertahankan diri” selama negara Palestina yang merdeka belum terbentuk secara resmi.
Sandera dan Video Propaganda Hamas
Pada Jumat (1/8), Letnan Jenderal Eyal Zamir dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa pertempuran di Gaza tidak akan berhenti jika negosiasi untuk pembebasan para sandera gagal.
Keesokan harinya, Hamas merilis video yang memperlihatkan kondisi Evyatar David, salah satu sandera Israel, dalam keadaan lemah dan kurus di dalam sebuah terowongan. Keluarga korban menuduh Hamas dengan sengaja membuat David kelaparan sebagai bagian dari propaganda mereka. Mereka pun mendesak pemerintah Israel dan Amerika Serikat untuk segera menyelamatkan para sandera.
Kunjungan Utusan AS dan Fokus Perdamaian
Pada Sabtu (2/8), Steve Witkoff mengunjungi Israel dan bertemu dengan keluarga para sandera di Tel Aviv. Dalam sebuah pertemuan terbuka, Witkoff mendapat sambutan hangat dari para pendukung keluarga sandera. Ia menyatakan bahwa proses perdamaian seharusnya difokuskan pada penghentian konflik dan pemulangan semua sandera, bukan pada kesepakatan separatis atau sementara.
Sebelumnya, Witkoff juga bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Kamis (31/7) dan meninjau lokasi distribusi bantuan di Gaza Selatan yang sempat menuai kritik.
PBB: Lebih dari 1.300 Warga Palestina Tewas Saat Mencari Makanan
Data terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan sedikitnya 1.373 warga Palestina tewas saat berupaya mendapatkan makanan sejak akhir Mei 2025. Mayoritas korban meninggal dalam serangan militer Israel di sekitar lokasi distribusi bantuan yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), lembaga yang mendapat dukungan dari Israel dan Amerika Serikat.
Israel membantah bertanggung jawab atas kematian tersebut dan menuding Hamas sebagai pihak yang memicu kekacauan di area distribusi. Militer Israel juga mengklaim bahwa serangan terhadap warga sipil tidak disengaja.