Harian Masyarakat | Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal sebagai silent killer karena sering hadir tanpa gejala tetapi bisa memicu stroke, gagal jantung, serangan jantung, aneurisma, hingga kerusakan ginjal yang berujung kematian. Kasus meninggalnya musisi sekaligus penyiar radio Gusti Irwan Wibowo (Gustiwiw) di usia 25 tahun menjadi contoh nyata betapa hipertensi tidak lagi identik dengan orang lanjut usia.
Prevalensi Hipertensi di Indonesia
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan:
- Usia 18–24 tahun: prevalensi hipertensi 10,7% (berdasarkan tensimeter) dan 0,4% (berdasarkan diagnosis dokter).
- Usia 25–34 tahun: prevalensi 17,4% (tensimeter) dan 1,8% (diagnosis dokter).
- Secara nasional, prevalensi hipertensi penduduk >15 tahun berdasarkan pengukuran tensimeter mencapai 29,2%, sementara berdasarkan diagnosis dokter hanya 8%.
- Indonesia menduduki peringkat kelima dunia dengan 34,11% penduduk menderita hipertensi.
Perbedaan besar antara hasil pengukuran tensimeter dan diagnosis dokter menunjukkan masih banyak masyarakat yang tidak menyadari dirinya tekanan darah tinggi.

Provinsi dengan prevalensi tertinggi menurut SKI 2023:
- Kalimantan Tengah (40,7%)
- Kalimantan Selatan (35,8%)
- Jawa Barat (34,4%)
Faktor Risiko Hipertensi pada Usia Muda
Hipertensi pada anak muda dipicu berbagai faktor, di antaranya:
- Genetik – Risiko meningkat dua kali lipat bila ada riwayat keluarga.
- Obesitas – Indeks massa tubuh (BMI) >25 atau rasio pinggang-pinggul >0,85.
- Kebiasaan merokok dan alkohol – Merusak pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah.
- Kurang tidur & insomnia – Studi American Heart Association (2025) menemukan remaja yang tidur <7,7 jam dan mengalami insomnia lima kali lebih berisiko tekanan darah tinggi.
- Kurang aktivitas fisik – Gaya hidup sedentary membuat jantung bekerja lebih berat.
- Konsumsi makanan ultraproses tinggi garam dan gula – Menyebabkan retensi cairan, obesitas, dan resistensi insulin.
- Stres – Memicu peningkatan detak jantung dan penyempitan pembuluh darah.
- Kondisi medis tertentu – Penyakit ginjal, hipotiroidisme, sleep apnea, hingga riwayat lahir prematur.
- Obat-obatan tertentu – Seperti pil KB, antidepresan, dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).
- Narkoba – Kokain, ekstasi, dan amfetamin dapat memicu lonjakan tekanan darah.
Hipertensi pada Remaja dan Dampak Jangka Panjang
Sekjen Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (INASH), dr. Ario Soeryo Kuncoro, menjelaskan tekanan darah tinggi kini kerap ditemukan pada anak-anak, remaja, hingga ibu hamil. Pada remaja, faktor tambahan seperti rokok, alkohol, kafein, stres, dan pola tidur buruk menjadi pemicu utama.
Jika terkena hipertensi sejak muda, risiko penyakit kardiovaskular di usia dewasa meningkat, kualitas hidup menurun, dan pengobatan jangka panjang tidak bisa dihindari.
Tidur dan Hipertensi: Fakta Ilmiah Terbaru
Penelitian di Pennsylvania State University (2025) mengungkapkan:
- Remaja yang tidur <7,7 jam dengan insomnia memiliki risiko tekanan darah tinggi klinis 5 kali lipat.
- Remaja yang tidur <7,7 jam tanpa insomnia tetap berisiko hampir 3 kali lipat.
- Kombinasi insomnia + kurang tidur menghasilkan kondisi lebih parah dibanding kurang tidur saja.
Menurut Julio Fernandez-Mendoza, profesor psikiatri yang memimpin studi tersebut, “Kesehatan tidur penting bagi kesehatan jantung dan kita tidak boleh menunggu hingga dewasa untuk mengatasinya.”
Gejala dan Pemeriksaan Tekanan Darah
Hipertensi sering tanpa gejala, sehingga pemeriksaan rutin penting dilakukan sejak dini. Pengukuran tekanan darah dengan tensimeter mencatat:
- Sistolik (sys): tekanan saat jantung memompa darah.
- Diastolik (dia): tekanan saat jantung beristirahat.
Sejak usia 3 tahun, anak sebaiknya sudah menjalani pemeriksaan tekanan darah minimal setahun sekali, terutama yang memiliki riwayat lahir prematur atau berat lahir rendah.
Upaya Pencegahan dan Gaya Hidup Sehat
Pencegahan lebih murah dan efektif dibanding pengobatan. Beberapa langkah penting:
- Konsumsi makanan sehat dengan rendah garam dan gula.
- Rajin berolahraga minimal 150 menit per minggu.
- Hindari rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang.
- Istirahat cukup (remaja butuh 8–10 jam tidur per malam).
- Kelola stres dengan baik.
- Lakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.
Pemerintah juga menggalakkan program CERDIK:
- Cek kesehatan berkala.
- Enyahkan asap rokok.
- Rajin aktivitas fisik.
- Diet sehat dan gizi seimbang.
- Istirahat cukup.
- Kelola stres.
Hipertensi bukan lagi penyakit orang tua. Data dan penelitian terbaru menegaskan bahwa generasi muda, bahkan remaja, kini semakin rentan terkena tekanan darah tinggi. Tanpa pencegahan sejak dini, risiko komplikasi serius seperti serangan jantung dan stroke di usia produktif akan meningkat tajam.
Kesadaran, pemeriksaan rutin, dan perubahan gaya hidup sehat adalah kunci untuk melindungi generasi muda dari ancaman silent killer ini.