spot_img

IKN Terancam Gersang, BRIN Ungkap Ancaman Krisis Air

Harian Masyarakat | Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap tantangan serius yang dihadapi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan. Kajian berbasis data satelit sepanjang 2022 dengan teknologi Artificial Neural Network (ANN) menunjukkan bahwa ketersediaan air di wilayah tersebut sangat kecil.

Persentasenya hanya 0,51 persen berupa air permukaan murni seperti sungai dan danau. Sekitar 20,41 persen air tersimpan dalam vegetasi, sementara 79,08 persen sisanya merupakan kawasan non-air berupa lahan terbangun.

Peneliti BRIN, Laras Toersilowati, menegaskan kondisi ini tidak ideal untuk menopang kebutuhan sebuah kota besar. “Air yang benar-benar terlihat di permukaan hanya 0,5 persen. Angka ini tentu jauh dari ideal untuk menopang kebutuhan kota,” ujarnya.

Teknologi dan Akurasi Kajian

ikn ibu kota nusantara brin

Penelitian dilakukan dengan citra satelit Sentinel-2A yang diproses melalui Google Earth Engine (GEE). Analisis menggunakan tiga indeks spektral:

  • NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) untuk vegetasi
  • NDWI (Normalized Difference Water Index) untuk air
  • LSWI (Land Surface Water Index) untuk air tanah

Data ini kemudian diproses dengan ANN, sistem komputasi yang meniru jaringan saraf otak manusia. ANN mampu melakukan hingga 25.000 kali pengulangan sehingga menghasilkan akurasi hingga 97,7 persen.

Menurut Laras, metode ini lebih unggul dibandingkan statistik konvensional karena bisa mendeteksi pola kompleks tanpa syarat distribusi data.

Risiko Jika Air Tidak Cukup

Minimnya ketersediaan air berpotensi memicu dampak besar, baik ekologis maupun sosial. BRIN mencatat beberapa konsekuensi:

  • Berkurangnya curah hujan dan jumlah hari hujan
  • Penurunan kualitas air yang menjadi asam dan tercemar zat besi
  • Potensi kelangkaan akibat meningkatnya jumlah pendatang ke IKN
  • Peningkatan suhu kawasan yang kini terasa gersang dan panas

“Kalau saya sebagai peneliti, enggak boleh bohong. Memang kondisi alam saat ini dari sudut pandang penelitian iklim masih kurang cocok,” kata Laras.

Potensi Solusi yang Diusulkan

ikn ibu kota nusantara brin

Untuk mencegah krisis air di masa depan, BRIN mengajukan beberapa rekomendasi strategis:

  1. Pembangunan embung dan waduk kecil untuk menampung air hujan dan menjaga cadangan saat musim kemarau.
  2. Membangun hutan kota yang berfungsi sebagai penyangga ekologi, penyerap air hujan, serta meningkatkan kenyamanan termal.
  3. Mengadopsi konsep Sponge City agar air hujan bisa diserap, disimpan, dan dimanfaatkan kembali melalui taman, area resapan, dan infrastruktur hijau.
  4. Reboisasi dan konservasi lahan untuk mengganti hutan industri eucalyptus yang berubah jadi lahan terbangun.
  5. Digitalisasi distribusi air supaya pemakaian air lebih teratur dan efisien.
  6. Pendidikan masyarakat tentang pentingnya hemat air dan tidak mencemarinya.

“Curah hujan di Kalimantan sebenarnya tinggi. Pertanyaannya, ke mana air itu pergi? Jika tidak dikelola, air hanya lewat sebagai banjir sesaat lalu hilang. Dengan teknik yang tepat, air bisa ditangkap, diserap, dan dimanfaatkan kembali,” jelas Laras.

Infrastruktur Masih Jauh dari Siap

Saat ini sudah ada danau buatan di IKN, tetapi volumenya masih terlalu kecil untuk menopang kebutuhan jangka panjang. Karakteristik tanah, rawa, dan gambut memperburuk kondisi karena air di lahan gambut tidak bisa langsung dimanfaatkan sebagai air bersih tanpa pengolahan khusus.

Ketersediaan infrastruktur dasar seperti jaringan pipa, waduk, serta layanan publik lain juga masih minim. Kondisi ini menimbulkan keraguan atas kesiapan IKN sebagai ibu kota baru yang ditargetkan berfungsi penuh pada 2028.

Perlu Kolaborasi Lintas Disiplin

BRIN menekankan bahwa pengelolaan air di IKN tidak bisa dilakukan dengan pendekatan teknis semata. Diperlukan kolaborasi antara berbagai bidang, mulai dari hidrologi, konservasi lahan, tata kota, hingga kebijakan publik.

“Pembangunan ibu kota tidak boleh hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga ekologi. Ini bukan sekadar isu teknis, tapi menyangkut biaya besar yang harus dihitung matang,” kata Laras.

Ia menegaskan, riset berbasis satelit ini akan terus dipantau dalam 5–10 tahun mendatang untuk melihat perubahan kondisi. Hasilnya diharapkan bisa membantu pemerintah merumuskan strategi lebih komprehensif.

Urgensi dan Perdebatan Pemindahan Ibu Kota

ikn ibu kota nusantara brin

Di luar persoalan teknis, pemindahan ibu kota juga menuai perdebatan politik dan sosial. Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Titin Purwaningsih, menyebut bahwa dalam kondisi efisiensi anggaran, pemindahan ibu kota belum menjadi kebutuhan mendesak.

“Survei juga menunjukkan bahwa masyarakat belum melihat pemindahan ibu kota sebagai hal yang urgen. Jakarta masih memadai sebagai pusat pemerintahan,” ujarnya.

Titin menambahkan, pemindahan ASN ke IKN bukan hanya soal pekerjaan, tetapi juga menyangkut pemindahan keluarga, pendidikan anak, dan layanan publik. Semua itu membutuhkan fasilitas yang saat ini belum tersedia memadai di IKN.

“Pemindahan ibu kota itu sangat kompleks. Tanpa kejelasan konsep dan kesiapan infrastruktur, kebijakan ini bisa menimbulkan persoalan baru alih-alih menjadi solusi,” katanya.

Riset BRIN memberi sinyal kuat bahwa ketersediaan air menjadi masalah krusial di IKN. Fakta hanya 0,51 persen air permukaan yang tersedia menandakan risiko besar jika tidak segera diantisipasi.

Solusi seperti embung, hutan kota, dan konsep Sponge City bisa menjadi jalan keluar, tetapi semua itu membutuhkan biaya besar, komitmen politik, dan keterlibatan masyarakat.

IKN diharapkan bukan sekadar simbol baru pemerintahan, melainkan juga kota yang berkelanjutan dan layak huni. Namun pertanyaan besar masih menggantung: apakah Indonesia siap mengatasi krisis air yang mengintai ibu kota barunya?

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news