spot_img

IMF: Ekonomi Dunia Terlihat Kuat, Tapi Krisis Besar Masih di Depan Mata

Harian Masyarakat | Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, mengeluarkan peringatan keras bahwa ekonomi dunia memang menunjukkan ketahanan luar biasa terhadap berbagai guncangan, tetapi daya tahannya belum benar-benar diuji. Dalam pidato di Milken Institute, Washington DC, ia berkata tegas: “Bersiaplah. Ketidakpastian adalah kenormalan baru, dan ia akan tetap ada.”

Pernyataan itu datang menjelang pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia yang digelar pekan depan di Washington. Pertemuan ini akan mempertemukan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari seluruh dunia untuk membahas arah perekonomian global di tengah badai tarif impor, ketegangan geopolitik, dan lonjakan harga emas.

Emas Pecah Rekor, Tanda Kecemasan Investor

Harga emas menembus rekor tertinggi dalam sejarah, mencapai 4.000 dolar AS per ons. Permintaan terhadap logam mulia ini melonjak karena investor mencari tempat aman di tengah gejolak pasar, ketidakpastian politik AS, dan kekhawatiran terhadap arah kebijakan moneter. Georgieva menyebut fenomena ini sebagai sinyal bahwa “ketahanan global belum sepenuhnya diuji.”

Data IMF menunjukkan bahwa cadangan emas moneter kini telah melampaui seperlima dari total cadangan resmi dunia. Menurutnya, lonjakan harga emas menjadi cermin kekhawatiran investor terhadap kemungkinan guncangan besar yang belum datang.

imf ekonomi dunia
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva di pertemuan musim gugur tahunan IMF-Bank Dunia di Washington DC, 8 Oktober 2025.

Pertumbuhan Global Masih Bertahan di 3 Persen

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia berada di kisaran 3 persen tahun ini, sedikit melambat dibandingkan 3,3 persen pada 2024. Meskipun demikian, angka ini masih menunjukkan ketahanan di tengah tekanan global. Georgieva mengatakan, “Ekonomi dunia tidak seburuk yang kita duga, tetapi tidak sebaik yang kita inginkan.”

IMF melihat ekonomi dunia berhasil menghindari resesi meskipun sempat terancam akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump. Negara-negara besar dinilai berhasil menahan perang dagang dengan memperkuat perundingan dan menyesuaikan strategi ekspor-impor.

Tarif rata-rata AS kini berada di sekitar 17,5 persen, turun dari 23 persen pada April. Namun, Georgieva mengingatkan bahwa kebijakan tarif ini sangat fluktuatif. “Kita harus waspada karena dampak sejati dari tarif ini belum sepenuhnya terlihat,” ujarnya.

Bayang-Bayang Tarif Trump

Kebijakan tarif yang diberlakukan Trump telah memicu efek domino pada perdagangan global. Ia mengenakan pajak impor pada hampir semua mitra dagang utama AS, termasuk Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, dan bahkan negara kecil seperti Lesotho.

Trump membela kebijakan itu dengan klaim bahwa tarif akan memperkuat keuangan negara melalui peningkatan pendapatan. Namun, data Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) menunjukkan sebaliknya. Undang-undang pajak dan belanja baru Trump justru diperkirakan menambah utang nasional sebesar 3,4 triliun dolar AS hingga 2034.

Kini, utang federal AS mencapai 37,64 triliun dolar AS—level tertinggi sejak Perang Dunia II. Georgieva memperingatkan, “AS harus mengambil tindakan berkelanjutan untuk menurunkan defisit dan mendorong tabungan rumah tangga. Utang publik yang melonjak adalah risiko besar bagi stabilitas global.”

imf ekonomi dunia

Pasar Saham Panas, Risiko Gelembung Mengintai

Indeks saham di AS melonjak ke rekor tertinggi, didorong oleh valuasi raksasa teknologi seperti Nvidia dan Tesla. Optimisme terhadap kecerdasan buatan generatif (AI) mendorong kepercayaan investor. Namun, IMF melihat tanda-tanda gelembung yang mengingatkan pada masa euforia dotcom 25 tahun lalu.

“Valuasi saat ini bergerak menuju level yang kita lihat saat ledakan internet dulu. Jika koreksi tajam terjadi, kondisi keuangan yang lebih ketat bisa menekan pertumbuhan dunia, memperlihatkan kerentanan, dan membuat negara berkembang sangat menderita,” kata Georgieva.

Ia juga menyoroti bahwa kondisi keuangan yang terlalu longgar “menutupi tren pelemahan ekonomi, termasuk dalam penciptaan lapangan kerja.”

China Melambat, India Tumbuh, Afrika Butuh Reformasi

IMF mencatat perlambatan stabil di China akibat lemahnya konsumsi domestik dan krisis di sektor properti. Georgieva meminta Beijing menjalankan reformasi struktural, memperkuat jaring pengaman sosial, dan mengurangi belanja pada kebijakan industri yang menghabiskan 4,4 persen dari PDB.

Sebaliknya, India terus menunjukkan pertumbuhan kuat dan menjadi motor utama di Asia. Di Afrika, IMF mendorong reformasi pro-bisnis untuk meningkatkan investasi. Menurut Georgieva, “Jika Afrika memperkuat perdagangan intra-benua, PDB per kapita bisa naik lebih dari 10 persen.”

Eropa Diminta Berhenti Beretorika dan Bertindak

Untuk Eropa, Georgieva memberikan “tough love”. Ia menyerukan Uni Eropa menunjuk seorang “komisaris pasar tunggal” untuk mempercepat integrasi ekonomi. “Cukup dengan retorika muluk tentang daya saing. Anda tahu apa yang harus dilakukan. Hilangkan hambatan di pasar tenaga kerja, energi, dan keuangan. Bangun sistem keuangan tunggal Eropa. Lengkapi proyek Anda,” ujarnya tegas.

imf ekonomi dunia

Ketidakpuasan Publik dan Krisis Sosial

Georgieva juga menyoroti gejolak sosial yang meluas. Ia menyebut banyak anak muda di berbagai negara kini pesimis terhadap masa depan ekonomi mereka. “Anak muda di Lima, Rabat, Paris, Nairobi, Kathmandu, dan Jakarta turun ke jalan menuntut peluang yang lebih baik,” katanya.

Fenomena ini mencerminkan ketimpangan ekonomi dan menurunnya mobilitas sosial, terutama di negara maju seperti AS. Ia menilai ketidakpuasan ini telah memicu “revolusi kebijakan” yang kini mengubah wajah perdagangan, imigrasi, dan tatanan ekonomi dunia.

Dunia Butuh Keseimbangan Baru

IMF menegaskan pentingnya reformasi struktural agar ekonomi dunia tetap tangguh di tengah ketidakpastian. Georgieva mendesak negara-negara memperkuat produktivitas sektor swasta, menekan utang publik, memperdalam integrasi perdagangan regional, dan membangun cadangan fiskal untuk menghadapi krisis berikutnya.

“Dunia memang lebih kuat dari yang kita takutkan. Tapi jangan terlalu nyaman. Ketidakpastian tetap tinggi dan risiko ke bawah masih mendominasi. Jadi, pasang sabuk pengaman. Ketidakpastian adalah norma baru, dan kita harus hidup dengannya,” tutup Georgieva.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news