Harian Masyarakat – Pemerintah menargetkan cakupan jaringan 5G mencapai 32% pada tahun 2030, sebagai bagian dari percepatan transformasi digital nasional. Hingga Oktober 2025, penetrasi 5G baru sekitar 10%, jauh tertinggal dari Malaysia yang sudah 80%.
Menurut Wamenkomdigi Nezar Patria, keterlambatan 5G disebabkan keterbatasan spektrum frekuensi dan infrastruktur yang belum merata. “Kolaborasi antara pemerintah, operator, dan industri menjadi kunci agar adopsi bisa dipercepat,” ujarnya.
Sementara itu, koneksi 4G telah menjangkau 97% wilayah permukiman, tetapi kecepatan internet nasional masih 36,7 Mbps, jauh di bawah standar 100 Mbps di negara ASEAN lain.
Strategi Pemerintah
Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Wayan Toni Supriyanto menjelaskan bahwa pemerintah akan:
- Melelang empat pita frekuensi 5G.
- Memperluas infrastruktur jaringan hingga daerah 3T.
- Menyusun regulasi baru untuk menarik investasi telekomunikasi.
Ketua Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot menilai perkembangan 5G di Indonesia masih stagnan sejak 2021. Ia menyebut penetrasinya masih di bawah 10%, meski ada kemajuan seperti lelang pita 1,4 GHz dan 2,6 GHz.
Menurut Speedtest Global Index (Juli 2025), kecepatan internet seluler Indonesia 42,85 Mbps, peringkat ke-8 di Asia Tenggara. Sementara berdasarkan ICT Regulatory Tracker (ITU), Indonesia masih berada di level Generation 2 (G2), menandakan pasar telekomunikasi yang belum sepenuhnya terbuka.
Nezar optimistis Indonesia bisa mengejar ketertinggalan. “Dalam lima tahun ke depan, kita bisa bersanding dengan negara-negara tetangga yang sudah mencapai 100 Mbps dan jaringan 5G merata,” katanya.
Meski masih tertinggal, pemerintah yakin strategi lelang frekuensi, pembangunan infrastruktur, dan kolaborasi lintas sektor akan menjadi fondasi kuat menuju ekonomi digital yang inklusif dan kompetitif pada 2030.















