Harian Masyarakat | Selama ini infeksi saluran kemih (ISK) dikenal sebagai masalah pribadi akibat kebersihan atau hubungan seksual. Namun penelitian terbaru di California Selatan mengubah pandangan itu. Studi selama empat tahun menemukan hampir satu dari lima kasus ISK disebabkan oleh bakteri Escherichia coli (E. coli) yang berasal dari ayam, kalkun, babi, dan sapi yang terkontaminasi.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal mBio oleh tim dari George Washington University dan Kaiser Permanente. Mereka menganalisis lebih dari 5.700 sampel E. coli dari pasien ISK serta ribuan sampel daging dari toko ritel di wilayah yang sama antara tahun 2017 hingga 2021. Hasilnya menunjukkan 18 persen kasus ISK memiliki jejak genetik yang identik dengan bakteri E. coli dari hewan ternak.
“Infeksi saluran kemih selama ini dianggap masalah pribadi, padahal temuan ini menunjukkan bahwa ia juga masalah keamanan pangan,” kata Prof. Lance B. Price, penulis utama studi tersebut.
Bagaimana Daging Bisa Menyebabkan Infeksi Saluran Kemih

Bakteri E. coli masuk ke tubuh melalui daging mentah atau setengah matang yang terkontaminasi. Saat seseorang menyentuh atau mengonsumsi daging tersebut, bakteri masuk ke usus. Dari sana, bakteri bisa berpindah ke saluran kemih akibat kebiasaan buruk seperti tidak mencuci tangan setelah memasak atau menyeka tubuh dari arah yang salah setelah buang air.
Dr. Jason Kim dari Stony Brook Medicine menjelaskan, bakteri dari hewan dapat berkoloni di usus manusia dan naik ke saluran kemih. “Ketika orang menangani atau makan daging yang terkontaminasi, bakteri bisa tinggal di usus dan akhirnya menyebabkan infeksi,” ujarnya.
Gejala umum ISK meliputi nyeri atau rasa terbakar saat buang air kecil, sering buang air, urin keruh atau berbau, dan nyeri di perut bagian bawah. Jika dibiarkan, infeksi bisa menjalar ke ginjal atau bahkan masuk ke aliran darah dan mengancam nyawa.
Temuan Utama: Siapa yang Paling Berisiko
Penelitian ini menunjukkan pola yang jelas:
- 18% infeksi ISK disebabkan oleh E. coli dari hewan.
- Perempuan dua kali lebih sering mengalami ISK akibat bakteri dari daging dibanding pria (19,7% vs 8,5%).
- Pria lansia memiliki risiko lebih tinggi dibanding pria muda.
- Warga di wilayah miskin memiliki risiko 60% lebih tinggi terkena ISK akibat daging dibanding mereka yang tinggal di daerah kaya.
- Kalkun dan ayam memiliki tingkat kontaminasi tertinggi, disusul babi dan sapi.
Dalam beberapa kasus, paket daging murah dan besar di supermarket menunjukkan tingkat kontaminasi yang lebih tinggi. “Di toko-toko di lingkungan miskin, saya menemukan paket ayam yang berisi banyak cairan asin. Cairan itu bisa menyebarkan bakteri ke mana-mana,” kata Price.
Ketimpangan Sosial dan Risiko Kesehatan
Korelasi antara tingkat kemiskinan dan tingginya kasus ISK akibat daging menjadi perhatian serius. Wilayah dengan pendapatan rendah sering memiliki toko dengan penyimpanan yang buruk, suhu tidak stabil, dan pengawasan sanitasi lemah.
“Orang yang tinggal di wilayah miskin lebih sering terpapar produk berkualitas rendah, dan mereka mungkin tidak punya fasilitas penyimpanan makanan yang baik,” ujar Prof. Betsy Foxman dari University of Michigan.
Price menegaskan bahwa risiko infeksi tidak boleh bergantung pada kode pos seseorang. “Ini masalah sistemik. Kita butuh investasi dalam riset sosial dan kesehatan masyarakat, bukan pemotongan anggaran,” katanya.
Mengapa Ini Masalah Nasional
Meskipun studi ini dilakukan di California Selatan, para peneliti yakin fenomena serupa terjadi di seluruh Amerika Serikat. Sekitar 8 juta kasus ISK terjadi setiap tahun di negara itu, dan sebagian besar disebabkan oleh E. coli. Jika 18% dari kasus itu berasal dari daging, berarti ratusan ribu infeksi berpotensi berasal dari makanan sehari-hari.
Dr. Martin Blaser dari Rutgers University mengatakan temuan ini membuka cara baru memahami ISK. “Sekarang orang mungkin bertanya-tanya, apakah infeksi yang saya alami minggu lalu berasal dari hamburger yang saya makan lima hari lalu?” ujarnya.
E. coli, Antibiotik, dan Peternakan

E. coli adalah bakteri umum di usus manusia dan hewan. Sebagian besar tidak berbahaya, tetapi beberapa strain dapat menyebabkan infeksi berat. Di peternakan industri, hewan sering diberi antibiotik untuk mencegah penyakit di kandang yang padat. Hal ini mempercepat munculnya bakteri yang kebal antibiotik.
“Ketika bakteri resisten ini masuk ke manusia, pengobatan menjadi lebih sulit,” kata Tara Smith, profesor epidemiologi penyakit menular di Kent State University.
Price menilai perlu adanya regulasi yang lebih ketat terhadap E. coli. “Kita harus memperlakukan E. coli di daging sebagai ancaman kesehatan serius,” ujarnya. Menurutnya, langkah seperti vaksinasi hewan, peningkatan kebersihan rumah potong, dan inspeksi ketat bisa menurunkan risiko secara signifikan.
Apa yang Bisa Dilakukan Konsumen
Ahli sepakat bahwa masyarakat tidak perlu berhenti makan daging, tetapi harus lebih berhati-hati:
- Masak daging sampai matang sempurna.
- Cuci tangan setelah menyentuh daging mentah.
- Gunakan talenan dan pisau terpisah untuk daging dan makanan siap saji.
- Bersihkan meja dan peralatan dapur dengan disinfektan setelah memasak.
- Pastikan kemasan tidak bocor atau mengandung cairan berlebih.
“Jangan berhenti makan ayam atau sapi. Cukup pastikan daging dimasak dengan baik dan dapur tetap bersih,” kata Foxman.

Tanggung Jawab Bukan di Konsumen Saja
Meski konsumen bisa menurunkan risiko melalui kebersihan, para ahli menilai tanggung jawab terbesar tetap pada industri dan pemerintah. “Kita tidak bisa menyalahkan konsumen terus-menerus,” kata Price. “Kalau regulator dan industri mengakui risikonya, mereka bisa membuat sistem untuk mencegah bakteri masuk ke rantai makanan.”
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan One Health, yaitu melihat keterkaitan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. “Jika kita bisa menghilangkan E. coli di hewan, kita juga melindungi manusia,” katanya.
Bahaya Tak Terlihat di Dapur
Penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi umum seperti ISK tidak hanya soal kebersihan pribadi. Ia juga mencerminkan sistem pangan yang kompleks, dari peternakan hingga dapur rumah. Bakteri di daging bisa berpindah diam-diam ke tubuh manusia, terutama di lingkungan dengan sumber daya terbatas.
Masalah ini bukan hanya tentang apa yang dimasak, tapi bagaimana daging diproduksi, dijual, dan ditangani. Selama sistem pangan masih longgar dalam keamanan, ancaman infeksi dari makanan tetap nyata di piring kita setiap hari.















