Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Irma Chaniago memberikan tanggapan mengenai proses tuntutan pemakzulan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Irma Chaniago, sebenarnya desakan pemakzulan tersebut sah-sah saja jika syaratnya terpenuhi.
“Ya, menurut saya ada hal yang harus digarisbawahi. Sah-sah saja kalau ada yang mengatakan bahwa wakil presiden itu bisa dimakzulkan,” ujar Irma.
“Tentu bisa, kalau syarat-syaratnya terpenuhi sebagaimana yang disampaikan ketua umum kami, Bapak Surya Paloh,” imbuhnya.
Namun Irma Chaniago menilai, proses tuntutan pemakzulan Gibran di DPR tetap harus melalui prosedur yang berlaku.
Irma Chaniago Menyebut, DPR Tidak Boleh Melakukan Politik Praktis
Selain itu, Irma Chaniago menegaskan ada banyak PR lain yang harus dikerjakan DPR daripada mengurusi desakan pemakzulan Gibran.
Misalnya, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Sehingga, lebih baik kata Irma, DPR membahas RUU PPRT dan RUU Perampasan Aset daripada tuntutan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka yang dilayangkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
“Ya kan ada prosedurnya juga, enggak ujug-ujug dibacakan di DPR terus tiba-tiba harus dimakzulkan. Enggak juga begitu. Kan ada prosedurnya, ada syarat undang-undangnya. Itu yang pertama,” jelasnya.
“Dan yang kedua harus juga digarisbawahi bahwa DPR itu perwakilan kelompok tertentu, ya kan? Nah, ketiga yang ingin saya sampaikan lagi, DPR juga enggak boleh berpolitik praktis. Karena banyak utang-utang DPR ya, banyak juga permintaan rakyat banyak yang belum dipenuhi oleh DPR sendiri. Misalnya, Rancangan Undang-Undang PPRT,” papar Irma.
“Rancangan Undang-Undang PPRT itu justru lebih ya lebih harusnya lebih diperhatikan oleh DPR. Kenapa? sudah lebih dari lima periode sudah dibahas di legislasi, tapi belum juga disahkan di paripurna,” jelasnya.
“Nah, ngapain juga tiba-tiba ngurusin apa namanya permintaan forum purnawirawan yang cuma ditandatangani oleh empat orang, kan begitu?” tegasnya.
“Undang-undang PPRT ini adalah kebutuhan dari rakyat Indonesia yang bekerja di dalam dan luar negeri untuk mendapatkan perlindungan secara hukum, legal, formal. Nah, kedua, undang-undang perampasan aset itu jauh lebih penting untuk direspon oleh DPR untuk kemudian dibacakan di paripurna,” tambahnya.
Politisi wanita kelahiran Metro, Lampung 6 Oktober 1965 ini juga menegaskan DPR tidak diam saja soal desakan pemakzulan Gibran.
Namun, ia menegaskan ada banyak hal yang lebih penting untuk dibahas di DPR.
“Menurut saya justru malah karena masih banyak yang lebih penting untuk dijawab daripada soal-soal politik praktis seperti itu,” katanya.
“Karena nanti juga jangan sampai DPR juga digugat oleh masyarakat. Kepentingan rakyat banyak tidak diperhatikan. Justru kepentingan kelompok diperhatikan. Ini juga bahaya untuk DPR,” tandas Irma.