Politisi Partai Nasdem, Irma Chaniago mengungkapkan sindiran menohok kepada Rismon Sianipar yang selalu lantang mempermasalahkan soal ijazah Presiden ke 7 RI Joko Widodo.
Sebelum menyindir Rismon, Irma Chaniago juga menuding Roy Suryo sebagai pakar telematika palsu. Seperti diketahui, selain Roy Suryo, Rismon Sinipar sangat lantang mengupas dan menyuarakan soal ijazah Jokowi.
Bahkan Rismon Sianipar terang-terangan meragukan hasil uji laboratorium forensik Mabes Polri yang memastikan ijazah Jokowi asli.
Rismon menyarankan, lembaran pengesahan skripsi Jokowi yang dianggap identik oleh Bareskrim, cukup dikirimkan saja ke Singapura untuk dilakukan pengujian.
“Jadi kalau ini sebenarnya mau tuntas, serahkan saja lembar pengesahan skripsi Pak Joko Widodo, ke Singapura selesai, satu hari jadi. Selesai permasalahan ini,” katanya, dalam tayangan Youtube Indonesia Lawyers Club, dikutip Kamis (29/5/2025).
Pernyataan Rismon ini pun membuat murka Irma Chaniago. Anggota DPR RI ini menyebut Rismon dan teman-temannya sebagai pengkhianat bangsa.
“Mereka bilang gak percaya, kalau mereka gak percaya gak usah berada di republik ini,” tegas Irma Chaniago dikutip dari tayangan youtube Zulfan Lindan Unpacking Indonesia pada, Senin (2/6/2025).
Menurut Irma Chaniago, pernyataan Rismon yang meminta uji ke Singapura adalah bentuk penghinaan terhadap Indonesia.
Dia bahkan meminta Rismon menjadi warga negara Singapura, kalau lebih mempercayai negara itu dibandingkan Indonesia.
“Ya jadi warga negara Singapura aja,” serunya.
Menurut Irma, masalah ini tidak akan selesai karena kelompok Roy maupun Suryo ini akan terus mencari masalah.
“Ini gak akan pernah selesai. Setelah A dibuktikan, mereka akan mencari masalah B. B selesai, dicari lagi masalah C, begitu seterusnya,” katanya.
Menurut Irma, masalah ini hanya akan selesai kalau Roy dan Rismon Cs ditangkap
“Udah tangkap aja, gak ada urusan lagi dengan orang-orang seperti ini,” katanya.
Mengenai alasan Rismon yang terus berdalih scientifik, menurut Irma, hal itu hanya dalihnya untuk menghalalkan segala cara.
“Mereka ini pada dasarnya adalah manusia yang menghalalkan segala cara, menggunakan hukum rimba. Mereka ingin apa yang mereka sampaikan harus terjadi, pemaksaan kehendak,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Rismon Sianipar menantang Bareskrim untuk melakukan pengujian secara laboratorium forensik (labfor) secara independen.
Selain itu, Rismon juga mengatakan seluruh biaya uji labfor tersebut akan dibiayai oleh pihaknya.
“Kalau hasil kalian, saya ingatkan kepada Laboratorium Forensik dan Bareskrim, kalau kalian merasa hasil kalian itu reliable dan otentik, maka harus siap kita sama-sama bersepakat untuk menentukan laboratorium yang independen di luar negeri. Kami yang biayai, urunan.”
“Kalau hasil kalian reliable, handal, tanpa intervensi, maka harus siap itu yang namanya saintifik,” katanya dikutip dari YouTube Abraham Samad, Jumat (23/5/2025).
Rismon mengungkapkan dalam bidang keilmuan, temuan atau kesimpulan harus bisa direkonstruksi atau diuji ulang oleh pihak lain.
Dia juga menegaskan bahwa temuan Bareskrim dalam kasus ijazah Jokowi bukanlah temuan tunggal dan dianggap paling benar.
Hal ini, sambung Rismon, perlu dilakukan demi meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri.
“Kebenaran ilmiah itu tidak absolut, tidak hanya milik Anda (Bareskrim). Harus siap diuji oleh pihak lain demi memberikan public trust, itu poinnya,” tuturnya.
Rismon mengatakan usulannya itu perlu dilakukan karena dirinya masih ragu atas hasil temuan dari Bareskrim Polri, khususnya terkait skripsi Jokowi.
Pasalnya, berdasarkan bukti skripsi Jokowi yang diperlihatkan kepadanya saat mengunjungi UGM beberapa waktu lalu, Rismon menganggap teknologi tulisan yang dicetak tidak mungkin dibuat pada tahun 80’an.
Rismon mengatakan dirinya semakin yakin bahwa skripsi Jokowi tidak dibuat pada tahun 80’an ketika dibandingkan dengan tiga skripsi di tahun yang sama.
Dia meyakini skripsi Jokowi dibuat pada tahun 2004 ketika perusahaan software, Microsoft, meluncurkan Windows XP.
“Seperti tadi itu, beberapa nama itu Sri Dominingsih, Lembah Edianto, Sigit Hariwinarto, itu teknologi percetakannya yaitu (skripsi) pakai Windows XP,” tuturnya.
Selain itu, Rismon juga mempertanyakan kesimpulan Bareskrim Polri bahwa skripsi Jokowi dicetak dengan teknik hand press.
Rismon meragukan terkait kesimpulan tersebut karena ketikan tanda titik dalam skripsi Jokowi dianggapnya terlalu rapi untuk ukuran teknologi pada tahun 1980-an.
“Bagaimana Dirtipidum yang menjelaskan, coba perhatikan kerapatan (font) titik (di skripsi Jokowi), itu titiknya rapat. Bagaimana cara membuat hand press seperti itu? Tidak mblebor. Bagaimana menyusunnya?” ujar Rismon.
Rismon menuturkan jika memang skripsi Jokowi dicetak dengan teknik hand press, maka seharusnya font yang tercetak tidak rapi seperti teknik cetak modern yaitu ink jet atau laser jet.
Pasalnya, menurut temuan Rismon, skripsi Jokowi khususnya di lembar pengesahan, font yang digunakan sangat rapi dan diduga bukan dicetak secara hand press.
“Bagaimana menata font-nya itu titik-titik, terus di press? Nggak blebor tuh. Terus, ketika kita zoom, hand press itu karakternya atau fontnya itu blebor ke arah tekstur kertas tersebut. Jadi seperti berambut ketika kita zoom.”
“Bukan produk ink jet atau laser jet yang injeksinya sangat nanometer atau milimeter,” jelas Rismon.