spot_img

Disebut Bisa Selesaikan Konflik Israel-Palestina, Apa Itu Solusi Dua Negara?

Harian Masyarakat | Gelombang pengakuan terhadap Palestina terus meningkat. Inggris, Kanada, Portugal, dan Australia baru saja mengumumkan pengakuan resmi, disusul rencana Perancis dan beberapa negara lain. Hingga kini, lebih dari 150 negara dan wilayah sudah mengakui Palestina. Dukungan ini diharapkan memperkuat jalan menuju Solusi Dua Negara, sebuah konsep yang dianggap sebagai cara paling realistis untuk mengakhiri konflik panjang Israel-Palestina.

Duta Besar Inggris di Jakarta, Dominic Jermey, menegaskan keputusan negaranya mencerminkan nilai bersama dengan Indonesia dalam menjaga perdamaian global. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut pengakuan tersebut sebagai langkah untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian, terutama setelah penderitaan rakyat Gaza akibat serangan Israel yang terus berlanjut.

Perdana Menteri Kanada Mark Carney menekankan bahwa pengakuan tidak berarti mendukung terorisme, melainkan memberdayakan pihak-pihak yang menginginkan koeksistensi damai. Menteri Luar Negeri Portugal Paulo Rangel menambahkan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil.

Palestina: Negara yang “Ada dan Tiada”

palestina

Palestina memiliki pemerintahan, misi diplomatik, bahkan tim olahraga internasional. Namun, Palestina tidak memiliki kontrol penuh atas wilayahnya karena sebagian besar masih diduduki Israel. Tepi Barat berada di bawah kendali militer Israel, sementara Gaza terus menjadi medan perang.

Karena itu, pengakuan terhadap Palestina sering dipandang simbolis. Meski begitu, simbolisme ini sangat kuat. Mantan Menlu Inggris David Lammy pernah menegaskan bahwa negaranya memiliki tanggung jawab khusus mendukung solusi dua negara, terutama karena peran historis Inggris sejak Deklarasi Balfour 1917 yang membuka jalan bagi berdirinya Israel.

Apa Itu Solusi Dua Negara?

Solusi dua negara berarti mendirikan negara Palestina yang merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Garis perbatasan umumnya merujuk pada kondisi sebelum perang Arab-Israel 1967.

israel palestine solusi dua negara
Peta Israel-Palestine sebelum perang pada tahun 1967.

Gagasan ini pertama kali menguat dalam Perjanjian Oslo 1993 yang disponsori Amerika Serikat. Saat itu, Israel dan Palestina sepakat membangun perdamaian berdasarkan dua negara. Namun, prosesnya gagal karena berbagai hambatan, termasuk ekspansi permukiman Israel di Tepi Barat yang ilegal menurut hukum internasional.

Meski berkali-kali disebut dalam forum internasional, implementasinya tak pernah nyata. Kini, dunia khawatir kesempatan mewujudkan solusi ini akan hilang sepenuhnya jika Israel terus melakukan aneksasi wilayah.

Pertemuan Global di PBB

Di sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Perancis dan Arab Saudi menjadi tuan rumah forum khusus mengenai Palestina. Forum ini dihadiri sejumlah pemimpin dunia, termasuk Indonesia, dengan tujuan mendorong kembali solusi dua negara.

Deklarasi New York yang diadopsi sebelumnya menyerukan langkah nyata, terukur, dan tidak dapat diputarbalikkan menuju terbentuknya negara Palestina. Dokumen itu juga menuntut gencatan senjata segera, akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, dan penghentian blokade di Gaza.

Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, memboikot forum ini. Israel menyebut pertemuan semacam itu hanya akan “menghadiahi terorisme”. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan menuding Presiden Perancis Emmanuel Macron menyalakan “api antisemitisme” karena mendorong pengakuan Palestina.

Pandangan dari Palestina

Bagi rakyat Palestina, pengakuan internasional ini membawa harapan moral, meski dampak nyata di lapangan belum terlihat. Presiden Mahmoud Abbas menyebut pengakuan Inggris sebagai langkah penting menuju perdamaian abadi. Kepala Misi Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot, bahkan menyebutnya sebagai koreksi sejarah atas kesalahan besar yang pernah dilakukan Inggris lewat Deklarasi Balfour.

Juru bicara Fatah, Ahmad Fattouh, menilai pengakuan ini adalah sinyal bahwa dunia tidak lagi bisa menoleransi genosida, apartheid, dan pendudukan Israel. Menurutnya, solusi dua negara adalah satu-satunya jalan untuk menghentikan pertumpahan darah dan menciptakan keamanan bagi kedua bangsa.

Hambatan di Lapangan

Meskipun dukungan internasional makin kuat, realitas di lapangan menunjukkan jalan terjal. Israel menolak keras berdirinya negara Palestina dan berencana menganeksasi sebagian Tepi Barat. Amerika Serikat, sekutu utama Israel, juga terus memveto upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB.

israel palestine solusi dua negara
Hasil pemungutan suara untuk menghidupkan kembali wacana Solusi Dua Negara pada Sidang Umum PBB, 12 September 2025.

Jerman dan Italia menolak pengakuan cepat dengan alasan sejarah dan pertimbangan politik. Jerman masih terikat tanggung jawab atas Holocaust, sementara Italia menyebut pengakuan sepihak bisa kontraproduktif.

Beberapa pihak berpendapat Palestina belum memenuhi syarat kenegaraan berdasarkan Konvensi Montevideo 1933, seperti wilayah yang jelas dan pemerintahan yang berdaulat. Namun, sebagian besar negara kini mengutamakan aspek pengakuan politik ketimbang syarat formal tersebut.

Tekanan Publik dan Simbolisme Politik

Pengakuan terhadap Palestina memang belum otomatis mewujudkan negara. Namun, langkah ini memberi tekanan internasional pada Israel. Publik Eropa, misalnya, semakin mendesak pemerintah mereka agar memberi sanksi terhadap Israel jika terus melakukan pendudukan.

Simbolisme ini juga menghidupkan kembali perhatian dunia terhadap penderitaan rakyat Palestina. Lebih dari 65 ribu orang telah tewas di Gaza akibat operasi militer Israel, menurut otoritas kesehatan setempat. Banyak pihak menilai pengakuan negara Palestina adalah bentuk koreksi sejarah sekaligus jalan untuk menghentikan siklus kekerasan.

Jalan Panjang Menuju Dua Negara

Solusi dua negara tetap dianggap satu-satunya cara paling rasional untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Dukungan global semakin besar, tetapi hambatan politik dan militer masih kuat.

Tanpa tekanan serius dari komunitas internasional, terutama Amerika Serikat, upaya ini bisa kembali berhenti pada tataran simbolis. Namun, semakin banyak negara yang mengakui Palestina, semakin besar pula peluang terciptanya peta jalan baru menuju perdamaian abadi di Timur Tengah.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news