spot_img

Isu 4 Pulau Aceh Hadiah untuk Keluarga Jokowi dari Mendagri

Isu terkait 4 pulau di Provinsi Aceh yang kini menjadi milik Sumatera Utara (Sumut) sebagai hadiah dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kepada keluarga mantan Presiden Joko Widodo beredar luas.

4 pulau tersebut berpindah ke Sumut berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan 25 April 2025.

Gubernur Sumut, Bobby Nasution, yang juga menantu Jokowi, dengan tegas membantah isu terkait 4 pulau tersebut.

Dalam tanggapannya yang santai, Bobby mempertanyakan logika di balik isu yang beredar.

“Hadiah itu hadiah apa? Memang itu pulau bisa dipindahin? Kenapa nggak hadiah buat Pak Jokowi, kenapa nggak dihadiahkan ke Solo aja?” ujar Bobby saat menjawab pertanyaan wartawan di DPRD Sumut, Kamis (12/6/2025).

Bobby kemudian melanjutkan dengan candaan, pulau itu dianggap sebagai hadiah, maka seharusnya hadiah tersebut lebih pantas ditujukan kepada Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Masinton Pasaribu.

“Itu jatuhnya ke Tapanuli Tengah lho (wilayah administrasi pulau). Ke Tapteng. Berarti hadiahnya bukan ke Bobby Nasution, hadiahnya ke Masinton,” ujarnya.

Bobby kemudian menegaskan, pemindahan wewenang 4 pulau di Aceh menjadi milik Sumut merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.

Namun, Pemprov Sumut siap mengajak Pemprov Aceh untuk berdiskusi dengan Kemendagri mengenai persoalan ini.

“Ya kalau kita mau ke Jakarta sama-sama, habis kita ke Jakarta sama-sama untuk membahas Kemendagri, ayo silakan. Namun, saya bilang, masalah keputusan itu biarlah menjadi keputusan pemerintah,” ujarnya.

Sebelumnya, keputusan Kemendagri mengenai pemindahan empat pulau yang sebelumnya berada dalam wilayah Aceh kini masuk ke dalam administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah telah mengundang polemik.

Kemendagri Kaji Ulang Penetapan 4 Pulau dari Aceh ke Sumut

Kementerian Dalam Negeri akan mengkaji ulang penetapan masuknya 4 pulau ke wilayah Sumatera Utara yang semula tercatat sebagai wilayah Provinsi Aceh.

“Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) sebagai Ketua Tim Nasional Pembakuan Rupabumi akan melakukan kajian ulang secara menyeluruh pada hari Selasa, tanggal 17 Juni 2025,” kata Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya melalui pesan singkat, Jumat (13/6/2025).

4 pulau itu yakni Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.

Keputusan Kemendagri untuk memasukkan 4 pulau itu ke Sumut ditentang keras oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem).

Bima mengatakan, kajian ulang ini dilakukan karena keputusan Kemendagri yang mengalihkan empat pulau tersebut ke Sumatera Utara mengundang gejolak di tengah masyarakat.

Sebab itu, Bima mengatakan, persoalan yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut harus dikaji kembali dengan data dan informasi yang lebih akurat dan lengkap dari semua pihak.

“Penting untuk tidak saja melihat peta geografis tetapi juga sisi historis dan realita kultural,” imbuh dia.

Mendagri, kata Bima, akan mengundang Tim Nasional Pembakuan Rupabumi untuk membahas sengketa dan memahami perkembangan pembahasannya.

Tito juga disebut berencana mengundang para kepala daerah, tokoh, hingga DPR dari kedua provinsi.

“Untuk mendengar pandangan, saran, dan masukan dalam rangka mencari titik temu dan solusi yang terbaik untuk para pihak,” tandasnya.

Diketahui, pemerintah pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Keputusan itu kemudian ditentang Mualem, dan dengan tegas menyebut, empat pulau yang dialihkan ke Sumut adalah milik Aceh.

“Ya, empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh, jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu kala itu memang punya Aceh,” kata Manaf di JCC, Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Menurutnya, empat pulau itu adalah hak Aceh lantaran dari segi sejarah hingga iklim mengikuti kawasan Aceh.

“Itu memang hak Aceh. Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” tuturnya.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news