Harian Masyarakat – Jepang berencana menaikkan biaya visa dan pajak wisata untuk turis asing mulai tahun fiskal 2026. Langkah ini diambil untuk menyesuaikan tarif dengan standar negara maju lain dan menyeimbangkan pendapatan negara di tengah lonjakan jumlah wisatawan.
Sejak 1978, biaya visa sekali masuk ke Jepang hanya ¥3.000 atau sekitar Rp326 ribu. Untuk visa multiple entry, biayanya ¥6.000 atau sekitar Rp652 ribu. Angka ini tergolong rendah dibandingkan negara-negara anggota G7 dan OECD. Karena itu, pemerintah Jepang berencana menyesuaikan tarif agar sebanding dengan negara Barat, meski belum menyebutkan nominal baru secara pasti.
Menteri Luar Negeri Jepang, Takeshi Iwaya, menyatakan bahwa evaluasi biaya visa ini penting agar kebijakan pariwisata tetap berkelanjutan. “Kami sedang meninjau penyesuaian tarif untuk menciptakan keseimbangan antara pendapatan dan pertumbuhan wisata,” ujarnya dikutip dari Tokyo Weekender.

Kenaikan Pajak Wisata dan Tiket Masuk
Selain visa, pemerintah juga menyiapkan perubahan pada pajak wisata atau departure tax. Saat ini pajak keberangkatan dari Jepang sebesar ¥1.000 atau sekitar Rp109 ribu. Pajak ini dikenakan kepada warga Jepang maupun turis asing. Pemerintah berencana menaikkan tarifnya mulai 2026.
Tak hanya itu, beberapa destinasi wisata populer juga mulai menerapkan sistem harga berbeda antara warga lokal dan turis asing. Contohnya, Himeji Castle, situs warisan dunia UNESCO, akan mengenakan tarif 2.000–3.000 yen (Rp220–330 ribu) bagi wisatawan asing mulai Maret 2026, sementara warga Jepang tetap membayar 1.000 yen.
Kebijakan serupa telah diberlakukan di Kuil Nanzoin, Fukuoka, sejak Mei 2025. Turis asing dikenakan biaya masuk 300 yen (Rp33 ribu), sedangkan warga lokal tetap gratis. Bahkan papan informasi di lokasi hanya ditulis dalam bahasa Inggris untuk menegaskan perbedaan kebijakan tersebut.

Antara Pertumbuhan dan Tantangan Overtourism
Lonjakan jumlah wisatawan ke Jepang dalam dua tahun terakhir menjadi alasan utama penyesuaian ini. Pada 2024, Jepang mencatat hampir 37 juta kunjungan wisatawan asing. Angka itu diperkirakan tembus lebih dari 40 juta pada 2025.
Kunjungan wisata memang mendongkrak ekonomi lokal, namun juga menimbulkan masalah overtourism di sejumlah lokasi seperti Gunung Fuji, Kyoto, dan Nara. Pemerintah Jepang kini berupaya mencari keseimbangan antara pemasukan pariwisata dan kenyamanan warga lokal.
“Pariwisata adalah aset penting bagi Jepang, tapi kami juga harus memastikan dampaknya tidak merusak lingkungan atau kualitas hidup penduduk,” ujar salah satu pejabat dari Kementerian Pariwisata Jepang.















