Harian Masyarakat | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membuka penyelidikan atas dugaan penggelembungan atau mark up proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). Penyelidikan ini sudah berjalan sejak awal 2025 dan kini masuk tahap pengumpulan data serta keterangan dari berbagai pihak.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memastikan kasus tersebut telah berada di tahap penyelidikan. “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” ujarnya di Jakarta, 27 Oktober 2025.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan lembaganya masih menelusuri keterangan dan dokumen terkait. Ia meminta publik tidak berspekulasi dan memberi ruang bagi proses hukum. “Kami belum bisa masuk ke materi penyelidikan. Namun masyarakat yang memiliki data bisa melapor ke KPK,” kata Budi.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, semua laporan masyarakat akan dikaji terlebih dahulu sebelum pemanggilan saksi dilakukan. “Semua aduan ditelaah dulu. Setelah itu baru diputuskan siapa yang akan dipanggil dan diperiksa,” ujar Setyo di Yogyakarta, 28 Oktober 2025.

Tuduhan Mark Up: Biaya Naik Tiga Kali Lipat
Isu dugaan mark up mencuat setelah Mahfud MD mempublikasikan pernyataannya melalui kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025. Ia membandingkan biaya pembangunan per kilometer proyek Whoosh di Indonesia yang mencapai 52 juta dolar AS dengan di China yang hanya sekitar 17-18 juta dolar AS.
“Naik tiga kali lipat. Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?” kata Mahfud dalam siniar tersebut.
KPK kemudian meminta Mahfud menyerahkan data yang ia miliki secara resmi. Namun, Mahfud menolak dengan alasan lembaga penegak hukum seharusnya proaktif menyelidiki, bukan menunggu laporan. “Saya siap dipanggil KPK, tapi kalau disuruh melapor, ngapain. Buang waktu saja,” ujarnya di Yogyakarta.
Mahfud juga menduga ada ketakutan di internal KPK. “Dugaan saya KPK takut. Entah takut pada siapa,” katanya kepada Kompas TV.

Proyek Fantastis: 118 Triliun Rupiah dan Utang ke China
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2016. Total biayanya mencapai 7,27 miliar dolar AS atau sekitar Rp118,37 triliun, termasuk pembengkakan (cost overrun) sekitar 1,2 miliar dolar AS.
Sebagian besar biaya proyek ini dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), sekitar 75 persen dari total biaya. Sisanya berasal dari modal pemegang saham melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Kepemilikan KCIC terbagi menjadi dua: Beijing Yawan HSR Co Ltd dari China memegang 40 persen, sedangkan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) memegang 60 persen. PSBI sendiri merupakan gabungan empat BUMN, yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PTPN VIII. Dari empatnya, KAI memiliki saham mayoritas sebesar 58,5 persen.
Proyek sepanjang 142 kilometer ini menghubungkan empat stasiun, yakni Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar, dengan waktu tempuh 45 menit. Harga tiket berkisar antara Rp250.000-Rp350.000.
DPR Dukung KPK Usut Tuntas
Desakan agar kasus ini diusut secara transparan datang dari Komisi III DPR. Anggota DPR Fraksi PKB, Abdullah, menilai langkah KPK sangat penting untuk menjamin akuntabilitas penggunaan uang negara.
“KPK tidak boleh takut dalam menangani kasus ini. Dugaan mark up harus diusut secara tuntas dan transparan,” kata Abdullah di Jakarta. Ia juga meminta agar proses berjalan profesional dan independen tanpa pandang bulu.
Menurutnya, proyek Whoosh seharusnya menjadi kebanggaan nasional, bukan beban akibat penyimpangan anggaran. Ia menegaskan siapa pun yang terlibat, baik dari pemerintah, BUMN, maupun swasta, harus diproses hukum.
Dukungan dari Legiun Veteran
Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) juga menyatakan dukungan penuh terhadap pemberantasan korupsi, termasuk kasus Whoosh. Ketua LVRI, Jenderal (Purn) Herman Mantiri, menyebut tidak boleh ada siapa pun yang kebal hukum.

“Ya, pasti harus diusut kasus Whoosh. Di mana-mana korupsi itu ada, dan harus diusut menyeluruh,” kata Mantiri dalam konferensi pers di Balai Sarbini, 28 Oktober 2025.
Pandangan Jokowi: Transportasi Massal Bukan Soal Laba
Presiden ke-7 RI Joko Widodo menegaskan bahwa proyek transportasi publik seperti Whoosh bukan untuk mencari keuntungan finansial, melainkan memberi manfaat sosial.
“Transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial. Seperti kereta cepat, menumbuhkan titik pertumbuhan ekonomi, UMKM, dan warung di sekitar jalur,” kata Jokowi.
Ia menyebut kemacetan di Jabodetabek dan Bandung menimbulkan kerugian ekonomi lebih dari Rp100 triliun per tahun. Karena itu, pembangunan moda transportasi massal menjadi investasi jangka panjang.
Menurut data pemerintah, hingga kini Whoosh telah mengangkut lebih dari 12 juta penumpang, dengan rata-rata pengguna harian mencapai 19.000 orang. Jokowi optimistis efisiensi proyek akan meningkat seiring bertambahnya jumlah penumpang.

Analisis Akademisi: Audit Ulang Harus Dilakukan
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menilai langkah KPK mengusut proyek Whoosh sudah tepat. Ia menekankan dua aspek penting yang harus diselidiki:
- Pemilihan mitra proyek. Pemerintah awalnya menjajaki kerja sama dengan Jepang, lalu memilih China karena tidak mensyaratkan jaminan APBN. Namun hasilnya justru terjadi pembengkakan biaya besar.
- Revisi studi kelayakan. Dokumen feasibility study yang awalnya disusun JICA Jepang direvisi oleh pihak China dan pemerintah Indonesia. Audit menyeluruh perlu dilakukan untuk memastikan prosesnya sesuai asas pemerintahan yang baik.
“Kalau ada moral hazard dalam pengambilan keputusan, itu bisa dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor tentang penyalahgunaan kewenangan,” kata Zaenur.

Ia mendorong agar audit proyek dilakukan oleh BPK, BPKP, dan ahli independen sebelum rencana perpanjangan jalur ke Surabaya dilanjutkan.
Peneliti ICW, Almas Sjafrina, juga menilai pengawasan baru dilakukan setelah proyek selesai, padahal transparansi seharusnya diterapkan sejak awal. “Untuk proyek sebesar ini, prinsip akuntabilitas harus dikedepankan sejak perencanaan,” ujarnya.
KCIC Janji Kooperatif
Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, memastikan perusahaan akan bekerja sama penuh dengan KPK. “Kami siap mendukung proses penyelidikan dan akan kooperatif,” kata Eva.
KPK menyambut baik sikap KCIC tersebut dan menyatakan apresiasi atas kesediaan perusahaan bekerja sama.

Penegakan Hukum Jadi Ujian
Kasus dugaan mark up proyek Whoosh kini menjadi ujian bagi integritas penegakan hukum di Indonesia. Publik menunggu langkah nyata KPK dalam menelusuri aliran dana, memastikan akuntabilitas, dan menjerat siapa pun yang terbukti menyalahgunakan wewenang.
Dengan nilai proyek mencapai ratusan triliun dan pembiayaan besar dari utang luar negeri, penyelidikan KPK terhadap Whoosh bukan sekadar kasus korupsi, tetapi cermin sejauh mana negara mampu menjaga keuangan publik dari praktik penyimpangan.















