Harian Masyarakat | Pemerintahan Amerika Serikat kembali menghadapi risiko shutdown karena Kongres gagal mencapai kesepakatan soal rancangan anggaran. Jika tidak ada jalan keluar hingga tenggat waktu, pemerintah akan menghentikan sebagian besar layanan mulai Rabu pukul 00:01 waktu Washington (04:01 GMT). Dampaknya bisa meluas, dari pekerja federal yang dirumahkan, data ekonomi yang tertunda, hingga gangguan layanan publik.
Apa Itu Shutdown Pemerintah
Shutdown terjadi ketika Kongres tidak menyetujui undang-undang pendanaan untuk operasional pemerintah federal. Akibatnya, lembaga-lembaga dengan fungsi non-esensial harus menghentikan kegiatan. Pegawai yang tidak termasuk kategori “essential” akan diberhentikan sementara (furlough) atau, dalam ancaman terbaru pemerintahan Trump, bisa terkena pemutusan hubungan kerja permanen.
Pegawai yang tetap bekerja, misalnya di sektor militer, penegakan hukum, dan kontrol lalu lintas udara, tetap bertugas tanpa menerima gaji sampai pendanaan dipulihkan. Program yang dananya wajib seperti Medicare, Social Security, dan layanan pos tetap berjalan.
Penyebab Kebuntuan Politik
Tahun fiskal baru dimulai 1 Oktober, tetapi Kongres gagal menyepakati RUU pendanaan jangka pendek.
- Republik mendorong rancangan pendanaan sementara sampai 21 November, tanpa menambah fasilitas kesehatan.
- Demokrat menolak karena menuntut pencabutan pemotongan Medicaid dan perpanjangan kredit pajak untuk subsidi premi asuransi kesehatan di bawah Affordable Care Act (Obamacare).
Presiden Donald Trump dan mayoritas Republik menyebut tuntutan Demokrat “tidak realistis”. Sementara pemimpin Demokrat seperti Chuck Schumer dan Hakeem Jeffries menuduh Republik mengorbankan rakyat demi agenda politik.
Pertemuan bipartisan di Gedung Putih gagal mencapai terobosan. Bahkan, Trump memposting video AI berisi sindiran rasis terhadap pimpinan Demokrat, memicu kecaman keras.
Apa yang Akan Terjadi Jika Shutdown Dimulai
1. Ratusan Ribu Pekerja Kehilangan Gaji
- Sekitar 750.000 hingga 900.000 pegawai federal diperkirakan akan terkena dampak furlough setiap hari.
- Kali ini ancaman lebih serius karena Gedung Putih meminta lembaga mempersiapkan pemutusan hubungan kerja permanen, bukan sekadar furlough sementara.
- Pengurangan tenaga kerja ini terjadi di tengah 150.000 pegawai federal sudah keluar lebih dulu lewat program buyout tahun ini, pemangkasan terbesar dalam hampir 80 tahun.
2. Penundaan Data Ekonomi Penting
- Laporan tenaga kerja bulanan (jobs report) yang seharusnya terbit Jumat akan tertunda.
- Data inflasi yang dijadwalkan pertengahan Oktober juga berisiko molor.
- Tanpa data ini, pelaku pasar dan The Federal Reserve akan kekurangan informasi penting untuk menentukan arah kebijakan, termasuk kemungkinan pemotongan suku bunga.
3. Gangguan Layanan Publik
- Departemen Pendidikan menyatakan hampir semua pegawai akan dirumahkan.
- Departemen Perumahan dan Pembangunan (HUD) sudah memasang peringatan di situs resmi bahwa shutdown akan membawa “rasa sakit besar” ke rakyat.
- Layanan non-esensial seperti museum Smithsonian, taman nasional, dan sidang imigrasi bisa ditutup atau tertunda.
- Inspeksi keamanan pangan dan beberapa layanan administrasi diperkirakan ikut terganggu.
4. Efek ke Konsumen dan Pasar
- Menurut ekonom Michael Klein dari Tufts University, ketidakpastian membuat masyarakat menunda belanja, terutama untuk barang mahal.
- Meskipun pasar saham biasanya tidak terlalu terpengaruh oleh shutdown singkat, kali ini berbeda karena ancaman pemangkasan permanen tenaga kerja federal terjadi bersamaan dengan tekanan tarif dagang.
- Indeks saham sempat stabil menjelang tenggat, tetapi potensi gejolak tetap besar jika shutdown berlarut-larut.
Sejarah Shutdown Sebelumnya
- 2018-2019: Shutdown selama 35 hari, terpanjang dalam sejarah modern, ketika Trump menuntut dana tembok perbatasan. Sekitar 800.000 pegawai terdampak.
- 2013: Shutdown 16 hari di era Obama, dipicu desakan Partai Republik untuk memblokir Obamacare.
- Shutdown juga beberapa kali terjadi di era Presiden Reagan, Clinton, dan Carter.
Namun kali ini berbeda karena ancaman PHK permanen, bukan sekadar penundaan gaji. Serikat pekerja menyebut kebijakan ini sebagai bentuk intimidasi politik.
Risiko Ekonomi Lebih Berat
Ekonomi AS sedang rapuh. Pertumbuhan lapangan kerja melemah, hanya bertambah 22.000 di bulan Agustus. Inflasi tetap jadi ancaman akibat tarif impor. Kondisi ini jauh berbeda dari shutdown sebelumnya ketika ekonomi masih relatif kuat.
Daniel Hornung dari Stanford Institute of Economic Policy Research menilai kondisi sekarang “lebih berbahaya” karena ekonomi sedang berada di posisi rapuh dan bank sentral butuh data untuk menentukan kebijakan.
Ancaman Nyata Bagi Rakyat dan Ekonomi
Jika shutdown benar terjadi, dampaknya akan terasa langsung: pegawai federal tanpa gaji, laporan ekonomi tertunda, layanan publik terganggu, dan kepercayaan konsumen menurun.
Yang membuat situasi kali ini berbeda adalah ancaman pemutusan hubungan kerja massal permanen. Ini bisa meninggalkan luka jangka panjang, tidak hanya bagi pegawai, tetapi juga ekonomi nasional.