Harian Masyarakat | Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang selama ini ditujukan untuk peserta didik, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita kini akan diperluas penerima manfaatnya. Presiden Prabowo Subianto memberikan instruksi agar program ini juga menyasar guru, tenaga pendidik, dan kader posyandu.
Juru Bicara Badan Gizi Nasional (BGN), Redy Hendra, menjelaskan bahwa perluasan ini merupakan langkah untuk meningkatkan dukungan sosial kepada kelompok yang juga berperan penting dalam pendidikan dan kesehatan masyarakat.
“Nantinya, penerima manfaat akan diperluas dan menyasar guru serta tenaga pendidik sesuai dengan arahan Presiden,” kata Redy di Jakarta, 16 September 2025.
Meski demikian, pemerintah belum dapat memastikan kapan program untuk guru dan tenaga pendidik mulai berjalan. Salah satu alasan utama mereka masuk dalam penerima manfaat adalah faktor pertimbangan sosial.
Skema untuk Guru dan Kader Posyandu
Redy menegaskan bahwa pola pemberian manfaat untuk guru berbeda dengan kader posyandu. Guru dan tenaga pendidik akan menerima paket makanan bergizi, sementara kader posyandu mendapat tambahan biaya operasional sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka.
“Kalau kader posyandu karena membantu pendistribusian MBG ke ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, mereka mendapatkan biaya operasional,” ujar Redy.
Kebijakan ini dianggap penting mengingat kader posyandu berperan langsung dalam menyalurkan program gizi ke masyarakat rentan.
Anggaran MBG Meningkat Tiga Kali Lipat
Perluasan penerima manfaat MBG sejalan dengan peningkatan besar pada anggaran BGN tahun 2026. Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa total anggaran mencapai Rp268 triliun, naik dari Rp71 triliun pada 2025.
Rincian penggunaan anggaran antara lain:
- Rp34,5 triliun untuk makanan bergizi anak sekolah.
- Rp3,1 triliun untuk bantuan makanan ibu hamil, menyusui, dan balita.
- Rp3,9 triliun untuk belanja pegawai ASN.
- Rp3,1 triliun untuk digitalisasi MBG.
- Rp280 miliar untuk promosi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat.
- Rp700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan oleh BPOM.
- Rp412,5 miliar untuk sistem dan tata kelola program, termasuk pemanfaatan data status gizi.
- Rp3,8 triliun untuk koordinasi penyediaan dan penyaluran, termasuk gaji akuntan, ahli gizi, serta pelatihan penjamah makanan.
Secara keseluruhan, 95,4 persen anggaran atau sekitar Rp255,5 triliun difokuskan pada program pemenuhan gizi nasional, sementara 4,6 persen atau Rp12,4 triliun dialokasikan untuk dukungan manajemen.
Evaluasi dan Catatan Kritik
Meski anggaran melonjak tajam, sejumlah pihak menilai pemerintah perlu berhati-hati sebelum memperluas penerima manfaat MBG. Pendiri sekaligus CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola program.
Hingga 24 Juli 2025, CISDI mencatat ada 1.530 kasus keracunan terkait menu MBG. Masalah ini, menurut Diah, bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap program.
Diah merekomendasikan agar evaluasi mencakup:
- aturan dan regulasi,
- penentuan daerah prioritas,
- tata kelola pusat dan daerah,
- pemilihan menu berdasarkan indeks gizi Kementerian Kesehatan,
- uji coba menu sesuai kondisi lokal,
- standar memasak, penyimpanan, dan distribusi makanan.
“Catatan hasil kajian tersebut hendaknya disandingkan dengan serapan anggaran, mengingat komitmen anggaran tahun ini amat besar dan akan bertambah besar di APBN 2026,” ujar Diah.
Menurutnya, jika tata kelola dan serapan anggaran belum optimal, sebagian dana MBG lebih baik dialihkan ke program kesehatan lain, seperti menutup defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar pembayaran klaim rumah sakit tidak tertunda.
Ia juga menyarankan pemerintah mengambil jeda waktu untuk evaluasi, bukan menghentikan program, melainkan memperbaiki secara komprehensif melalui tim lintas kementerian, swasta, masyarakat sipil, dan peneliti.
Latar Belakang Program MBG
Program MBG diluncurkan pada Januari 2025 dengan tujuan menyediakan makanan bergizi sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian. Sasaran awal program adalah peserta didik sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Selain meningkatkan status gizi, program ini juga diharapkan menjadi sarana edukasi gizi bagi masyarakat.
Dengan arahan terbaru Presiden, cakupan penerima manfaat kini semakin luas, termasuk guru, tenaga pendidik, dan kader posyandu, yang sebelumnya tidak masuk dalam daftar penerima.