Harian Masyarakat | Beberapa bulan lalu, peluang Max Verstappen untuk mempertahankan gelar dunia tampak tertutup. Red Bull kesulitan menemukan keseimbangan mobil RB21, sementara duet McLaren, Oscar Piastri dan Lando Norris, tampil dominan. Namun situasi berubah total setelah Grand Prix Amerika Serikat di Austin, Texas. Verstappen menjuarai sprint dan balapan utama, mengantongi poin penuh, dan memangkas jarak dari 104 poin menjadi hanya 40 poin dari pemimpin klasemen Piastri.
Kemenangan itu bukan hanya soal kecepatan. Ia menandai kebangkitan mental dan teknis Red Bull. Performa RB21 yang sebelumnya sulit dikendalikan kini kembali tajam. Verstappen menang di berbagai karakter sirkuit; dari Monza yang cepat, Baku yang sempit, hingga Austin yang teknis. Dalam empat balapan terakhir, ia mengumpulkan 111 poin dan tiga kemenangan penuh. Di saat McLaren mulai kehilangan stabilitas, Verstappen justru menemukan ritme sempurnanya.

Jejak Kimi Raikkonen 2007
Kebangkitan Max Verstappen ini mengingatkan dunia pada kisah Kimi Raikkonen di musim 2007. Saat itu, pebalap Ferrari tersebut tertinggal 17 poin di belakang Lewis Hamilton dan Fernando Alonso, hanya dua balapan menjelang akhir musim. Namun Raikkonen menang beruntun di China dan Brasil, menyalip dua pebalap McLaren itu, dan menutup musim dengan keunggulan satu poin. Gelar yang nyaris mustahil menjadi kenyataan.
Max Verstappen kini berada di posisi serupa. Ia mengejar dua pebalap McLaren yang juga bersaing internal, Piastri dan Norris, dengan lima balapan tersisa dan dua sprint race. Kondisi ini persis seperti 2007, ketika rival satu tim saling menggerogoti peluang sendiri, sementara sang pengejar memanfaatkan celah. Jika McLaren gagal mengelola strategi ganda, Verstappen bisa mengulang sejarah Raikkonen.
Kimi pernah berkata usai menjuarai dunia, “Kami tidak pernah menyerah. Bahkan ketika tertinggal jauh, kami tahu bisa memperbaiki keadaan dan melakukan pekerjaan lebih baik dari yang lain.” Kata-kata itu kini seolah hidup kembali di sosok Max Verstappen.

Red Bull Menemukan Arah
Perubahan besar terjadi sejak Red Bull membawa pembaruan besar di Monza: lantai baru, sayap depan baru, dan setelan aerodinamika agresif. Hasilnya langsung terlihat. Mobil menjadi lebih seimbang, ban bekerja lebih efisien, dan Verstappen bisa kembali menekan tanpa kehilangan kontrol.
“Kami mencoba banyak hal, dan akhirnya menemukan kombinasi yang membuat mobil lebih hidup,” kata Verstappen. “Sekarang kami bisa menyetel mobil lebih agresif tanpa kehilangan cengkeraman belakang, dan itu membuat saya lebih percaya diri.”
Helmut Marko, penasihat tim Red Bull, menilai kembalinya kepercayaan diri Verstappen juga dipicu oleh proyek sampingan GT3 yang sempat dilakoninya. Aktivitas itu dianggap membantu menjaga fokus dan semangatnya di tengah kesulitan.
Tekanan di Pihak McLaren

McLaren kini menghadapi tekanan besar. Tim yang semula mendominasi kini terlihat kehilangan arah. Setelah Piastri memenangi tujuh dari 15 seri pertama, performanya menurun tajam. Ia gagal finis di Azerbaijan dan hanya meraih 10 poin di Austin. Norris tampil lebih stabil, tetapi juga inkonsisten di beberapa sirkuit penting.
Team Principal McLaren, Andrea Stella, mengakui Red Bull kini menjadi tim tercepat. “Kami harus menerima bahwa mereka lebih cepat sekarang,” katanya. Namun di balik pernyataan tenang itu, McLaren dihadapkan pada dilema klasik: siapa yang harus diutamakan dalam perebutan gelar?
Seperti Ferrari pada 2007 yang mengandalkan Raikkonen dengan dukungan Felipe Massa, McLaren mungkin akan dipaksa memilih antara Norris dan Piastri. Jika tidak, mereka bisa kehilangan segalanya.

Max Verstappen: “Saya Tidak Punya Apa pun untuk Dipertaruhkan”
Max Verstappen sendiri bersikap realistis namun tenang. “Terburuk, saya finis di posisi tiga. Jadi, tidak ada yang berubah,” ujarnya. “Saya hanya ingin terus menang sampai akhir musim.”
Ia sadar peluang masih kecil, tetapi justru itu yang membuatnya berbahaya. Max Verstappen kini tampil tanpa beban, menikmati perannya sebagai underdog. “Tekanan ini positif. Saya senang bisa balapan lagi dengan mobil kompetitif,” katanya.
Pendekatannya sederhana: satu akhir pekan dalam satu waktu. “Kami tahu semuanya harus sempurna. Jika berhasil, itu akan jadi comeback yang luar biasa. Jika tidak, kami tetap melanjutkan,” katanya.

Tantangan Menuju Akhir Musim
Balapan di Meksiko menjadi ujian berikutnya. Verstappen sudah lima kali menang di sana, termasuk tiga dari empat edisi terakhir. Namun kali ini, ia hanya start dari posisi kelima setelah kesulitan menemukan grip. “Kami tidak bisa menemukan cengkeraman sepanjang akhir pekan,” katanya. “Itu hal yang harus kami pahami.”
Sementara Norris merebut pole position dan Piastri di urutan kedelapan, tekanan pada McLaren semakin besar. Setiap kesalahan bisa berakibat fatal. Piastri sendiri mengakui, “Dia (Verstappen) sangat kuat dalam beberapa pekan terakhir. Tidak bisa dipungkiri itu.”
Dengan lima seri tersisa: Meksiko, Brasil, Las Vegas, Qatar, dan Abu Dhabi, semua masih terbuka. Secara matematis, jika Verstappen menang di semua balapan dan dua sprint, sementara Piastri finis kedua di setiap seri, keduanya akan imbang. Verstappen akan unggul lewat jumlah kemenangan.
Sejarah Bisa Terulang

Formula 1 telah menyaksikan banyak kebangkitan luar biasa: James Hunt di 1976, Sebastian Vettel di 2010 dan 2012, hingga Kimi Raikkonen di 2007. Kini, Verstappen berpotensi menambahkan namanya ke daftar itu.
Jika berhasil, ia akan menjadi pebalap pertama dalam 15 tahun terakhir yang menyalip dua rival dari tim sama dan merebut gelar lewat comeback dramatis. Lebih dari itu, ia akan menyamai rekor Michael Schumacher dengan lima gelar dunia beruntun.
Dan seperti Raikkonen di 2007, Verstappen mungkin akan membuktikan satu hal yang sama: bahwa kecepatan memang penting, tetapi ketenangan, keyakinan, dan keteguhan jauh lebih menentukan.















