spot_img

Mengakui Palestina: Cara Pemimpin Barat Selamatkan Muka?

Harian Masyarakat | Inggris, Kanada, dan Australia resmi mengakui Negara Palestina pada September 2025. Langkah ini dinilai bersejarah karena melibatkan negara-negara besar Persemakmuran yang sebelumnya menahan diri. Pengakuan itu diumumkan menjelang Sidang Majelis Umum PBB di New York, di tengah situasi perang brutal Israel di Gaza dan rencana aneksasi besar-besaran di Tepi Barat.

Tak hanya tiga negara itu, Portugal, Prancis, Belgia, Luksemburg, dan Malta juga diperkirakan akan menyusul. Hingga kini, lebih dari 145 negara anggota PBB telah mengakui Palestina, meski mereka masih berstatus non-member observer state dan sulit menjadi anggota penuh karena veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB.

Tekanan Perang dan Kematian Massal

Pengakuan ini lahir bukan di ruang hampa, melainkan di tengah perang genosida Israel yang telah menewaskan sedikitnya 65.283 orang Palestina dan melukai lebih dari 166.000 sejak Oktober 2023. Di Gaza, serangan udara dan darat menghancurkan kota, menimbulkan kelaparan, dan memaksa jutaan orang mengungsi. Di Tepi Barat, lebih dari 1.000 orang terbunuh akibat operasi militer Israel dan serangan pemukim.

Sebaliknya, serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.139 orang di Israel dan lebih dari 200 orang disandera. Israel menjadikan tragedi itu sebagai dalih memperluas perang tanpa henti.

Reaksi Keras Israel

militer israel netanyahu gaza palestina

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut pengakuan Palestina sebagai “hadiah untuk terorisme” dan menegaskan “tidak akan pernah ada negara Palestina di sebelah barat Sungai Yordan”. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir bahkan mendesak aneksasi segera 82 persen wilayah Tepi Barat, sementara Menteri Yitzhak Wasserlauf menyatakan “tidak ada bangsa dan negara Palestina”.

Kelompok oposisi Israel seperti Benny Gantz pun menolak langkah Barat. Menurutnya, pengakuan justru memperkuat Hamas dan memperpanjang perang. Forum keluarga sandera mengecam langkah itu sebagai pengkhianatan karena masih ada 48 warga Israel yang ditahan di Gaza.

Hamas: Langkah Penting tapi Harus Nyata

Hamas menyambut baik pengakuan Palestina oleh negara-negara Barat, menyebutnya sebagai “kemenangan”. Namun, Hamas menegaskan pengakuan itu harus dibarengi langkah praktis: penghentian perang genosida, penghentian proyek aneksasi di Tepi Barat, sanksi internasional terhadap Israel, hingga membawa para pemimpin Israel ke pengadilan atas kejahatan perang.

“Perkembangan ini merupakan kemenangan bagi hak-hak Palestina dan keadilan perjuangan kami,” kata Mahmud Mardaw, pejabat senior Hamas.

militer israel netanyahu gaza palestina

Simbolisme atau Aksi Nyata?

Banyak analis menilai pengakuan ini lebih bersifat simbolis. Rida Abu Rass, ilmuwan politik Palestina, menyebut langkah itu “bermakna karena dilakukan oleh sekutu dekat AS yang selama ini menahan diri”. Namun ia menegaskan pengakuan tak mengubah kondisi di lapangan kecuali disertai sanksi, embargo senjata, atau intervensi internasional untuk melindungi warga Palestina.

Chris Osieck, peneliti independen, menilai langkah Barat lebih sebagai cara untuk meredakan tekanan domestik dan internasional. “Mereka di bawah tekanan besar, ini cara untuk terlihat melakukan sesuatu tanpa benar-benar mengambil tindakan substansial,” katanya.

Layla Moran, anggota parlemen Inggris keturunan Palestina, menyebut langkah itu terlambat. “Tidak seharusnya kita menunggu sampai genosida untuk sampai ke titik ini,” ujarnya.

Beban Sejarah Barat

Bagi Inggris, pengakuan ini sarat makna sejarah. Lebih dari 100 tahun lalu, Inggris menandatangani Deklarasi Balfour yang menjadi dasar berdirinya Israel dan awal penderitaan rakyat Palestina. Kini, pengakuan ini dipandang sebagian pihak sebagai koreksi atas “dosa sejarah” tersebut.

Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot, menyebut pengakuan itu “akhir dari penolakan panjang Inggris atas hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri” dan “langkah tak bisa dibalik menuju keadilan”.

Namun, sebagian analis pesimistis. Abu Rass mengingatkan bahwa meski semua negara di dunia mengakui Palestina, kondisi di lapangan tidak akan berubah selama pendudukan Israel tetap berdiri.

Menyelamatkan Muka Pemimpin Barat?

inggris kanada australia palestina
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer

Di balik keputusan ini, terselip motif politik dalam negeri negara-negara Barat. Pemerintah Inggris, Kanada, dan Australia berada di bawah tekanan besar dari warganya sendiri, termasuk komunitas Muslim dan kelompok pro-Palestina, untuk bertindak atas genosida Israel.

“Tidak ada yang benar-benar berubah, ini lebih ke reaksi kumulatif terhadap tekanan politik yang terus meningkat,” kata Abu Rass. “Mereka hanya ingin menyelamatkan muka.”

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer sendiri mengakui langkah itu dilakukan karena prospek solusi dua negara semakin menjauh. Sementara PM Australia Anthony Albanese menegaskan bahwa langkah berikutnya, seperti pembukaan kedutaan, akan bergantung pada reformasi Otoritas Palestina.

Apa Selanjutnya?

Pengakuan oleh Barat memberi dorongan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Palestina, namun belum membawa perubahan nyata di lapangan. Israel tetap melanjutkan operasi militer di Gaza, memperluas permukiman di Tepi Barat, dan menolak solusi dua negara.

Bagi rakyat Palestina, pengakuan ini hanya akan bermakna jika diikuti dengan tindakan nyata: embargo senjata, sanksi internasional, pemutusan hubungan diplomatik, hingga pengadilan bagi pelaku kejahatan perang.

Selama langkah itu tidak diambil, pengakuan oleh Barat akan terus dipandang sebagai simbol kosong, cara pemimpin Barat meredakan tekanan publik dan menyelamatkan muka, sementara korban di Gaza dan Tepi Barat terus berjatuhan.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news