Harian Masyarakat | Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Rabu, 17 September 2025.
UU ini merupakan revisi dari UU No 34/2004 tentang TNI. Revisi tersebut digugat oleh mahasiswa, aktivis, serta sejumlah LSM yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan. Mereka menilai proses pembentukan UU cacat formil, tidak transparan, dan minim partisipasi publik.
Sidang pleno dimulai pukul 13.30 WIB dengan melibatkan sembilan hakim konstitusi. Selain UU TNI, Mahkamah Konstitusi juga membacakan putusan dua perkara uji formil terkait UU No 1/2025 tentang BUMN.
Pokok Permasalahan yang Diperdebatkan
Dalam persidangan, sejumlah isu menjadi sorotan utama:
- Tidak ada naskah akademik
Pemohon menilai DPR dan Presiden tidak transparan, naskah akademik sulit diakses, dan draf RUU tidak dipublikasikan di kanal resmi. DPR membantah dan menyebut perbedaan naskah akademik dengan UU bukan berarti inkonstitusional. - Tidak ada dalam Prolegnas Prioritas
Pemohon menyebut revisi UU TNI ilegal karena tidak tercantum dalam Prolegnas 2025. DPR menjawab revisi masuk kategori kumulatif terbuka sesuai Putusan MK No 62/PUU-XIX/2019 dan sudah disahkan dalam rapat paripurna 18 Februari 2025. - Status carry over
Pemohon menilai UU TNI tidak bisa dilanjutkan dari periode DPR sebelumnya karena pembahasan belum sampai tahap daftar inventarisasi masalah (DIM). DPR berpendapat mekanisme carry over sah jika ada kesepakatan politik dengan Presiden. - Partisipasi publik
Pemohon menilai pembahasan dilakukan tertutup, dokumen sulit diakses, dan rapat tidak disiarkan resmi. DPR membantah dengan menyebut sudah ada rapat dengar pendapat umum (RDPU), kunjungan daerah, dan penyebaran informasi melalui berbagai kanal. - Asas pembentukan UU
Pemohon menyebut ada pelanggaran asas keterbukaan yang diatur Pasal 5 Huruf g UU P3 dan putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020. DPR berpendapat asas kedayagunaan dan kehasilgunaan sudah terpenuhi karena UU TNI bermanfaat bagi masyarakat.
Putusan MK: UU TNI Konstitusional
MK pada akhirnya menolak seluruh permohonan uji formil yang diajukan Tim Advokasi. Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan:
“Menolak permohonan Pemohon I sampai dengan pemohon IV untuk seluruhnya.”
Putusan ini didukung oleh lima hakim konstitusi yaitu Daniel Yusmic P Foekh, M Guntur Hamzah, Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Ridwan Mansyur. Mereka menilai proses pembentukan UU TNI sudah sesuai konstitusi.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menegaskan revisi UU TNI sah karena:
- Sudah tercantum dalam Prolegnas Jangka Menengah dan Prioritas.
- Ada perintah revisi dari Putusan MK No 62/PUU-XIX/2021.
- Revisi masuk Prolegnas Prioritas 2025 melalui keputusan DPR Nomor 6.1/DPR RI/II/2024-2025.
- Keputusan rapat paripurna DPR memenuhi kuorum tanpa keberatan fraksi.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi menilai proses carry over sah karena DPR periode 2019-2024 menyerahkan pembahasan kepada DPR periode 2024-2029. Langkah ini dinilai konsisten dengan Pasal 71A UU 15/2019 tentang kesinambungan pembahasan RUU.
Mengenai partisipasi publik, Mahkamah Konstitusi menilai DPR dan pemerintah sudah membuka ruang melalui diskusi publik, kanal resmi, serta tatap muka dengan pemangku kepentingan.
Dissenting Opinion: 4 Hakim Nilai Ada Cacat Prosedural
Meski mayoritas hakim menolak permohonan, empat hakim konstitusi mengajukan dissenting opinion. Mereka adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
Keempatnya berpendapat, pembentukan UU No 3/2025 memiliki cacat formil. Menurut mereka, UU seharusnya dinyatakan konstitusional bersyarat dan harus diperbaiki dalam waktu dua tahun dengan melibatkan partisipasi publik.
Pandangan Suhartoyo
- Menilai asas keterbukaan tidak terpenuhi.
- Naskah akademik dan RUU sulit diakses publik.
- Rapat pembahasan dilakukan tertutup.
- Dokumen beredar melalui kanal tidak resmi sehingga menimbulkan ketidakpastian.
- UU tetap berlaku, tapi wajib diperbaiki.
Pandangan Saldi Isra
- Proses perencanaan tidak jelas karena revisi awalnya tidak tercantum di Prolegnas Prioritas.
- Argumentasi carry over hanya berdasar kesepakatan politik, tidak pada aturan hukum.
- Bukti keterbukaan dokumen lemah, meski rapat disebut terbuka.
- Partisipasi publik minim pada pembahasan 11–20 Maret 2025.
Pandangan Enny Nurbaningsih
- Menyoroti sulitnya akses publik terhadap draf RUU dan naskah akademik.
- Partisipasi publik tidak terpenuhi pada pembahasan tingkat pertama.
- UU perlu perbaikan dalam 2 tahun agar sah secara prosedural.
Pandangan Arsul Sani
- Menyebut ada kecurangan prosedur dan hambatan partisipasi publik.
- Tidak sepakat UU dibatalkan, tapi meminta perbaikan dalam 2 tahun.
- UU harus dinyatakan konstitusional bersyarat.
Putusan Mahkamah Konstitusi menegaskan UU No 3 Tahun 2025 tentang TNI tetap berlaku dan konstitusional. Namun, perbedaan pandangan di antara hakim menunjukkan adanya kritik serius terkait keterbukaan, partisipasi publik, dan prosedur legislasi.
Dengan adanya dissenting opinion dari empat hakim, proses legislasi ke depan mendapat sorotan agar lebih transparan, partisipatif, dan sesuai asas pembentukan peraturan perundang-undangan.