spot_img

Muktamar PPP Ricuh, Klaim Aklamasi Mardiono Picu Perang Internal

Harian Masyarakat | Muktamar PPP (Partai Persatuan Pembangunan) ke-10 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, pada 27–29 September 2025, berubah ricuh sejak awal pembukaan. Saat Muhammad Mardiono, Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP, menyampaikan pidato, sejumlah peserta berteriak meminta ia turun. Sorakan “Ketua baru” dan “Perubahan” menggema di arena. Kericuhan memuncak dengan pelemparan kursi, botol, hingga bentrokan fisik yang menyebabkan beberapa kader terluka dan harus dirawat di rumah sakit. Satgas PPP turun tangan melerai.

Klaim Aklamasi Mardiono

Muktamar PPP ricuh Mardiono

Di tengah situasi panas, Mardiono mengumumkan dirinya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030. Pengumuman dilakukan melalui jumpa pers di royal suite lantai 10 hotel, didampingi sekitar 30 Ketua DPW yang mendukungnya.
Mardiono mengacu pada Pasal 11 AD/ART PPP yang memungkinkan percepatan muktamar dalam kondisi darurat. Menurut pimpinan sidang Amir Uskara, seluruh peserta setuju saat ditanya, lalu palu diketuk. “Keributan berlangsung setelah palu aklamasi diketuk. Jadi secara formal Muktamar sudah memutuskan,” ujarnya.

Mardiono berdalih percepatan pemilihan adalah langkah penyelamatan agar muktamar tidak semakin kacau. Ia mengklaim 80 persen pemilik suara setuju. “Semuanya menyetujui untuk kita mengambil langkah cepat agar tidak terjadi keributan berkepanjangan,” sebutnya.

Penolakan dan Bantahan

Klaim tersebut langsung menuai bantahan. Politikus senior PPP, Syaifullah Tamliha, menilai pengumuman itu melanggar tata tertib. “Harus taat jadwal. Pemilihan ketua umum seharusnya paling cepat besok. Laporan pertanggungjawaban Plt Ketua Umum belum ada,” ujarnya.

Perwakilan DPW Kepulauan Riau, Muhammad Yasin Fahriza, juga membantah adanya aklamasi. Menurutnya, pemilihan seharusnya dilakukan di Sidang Paripurna VI, bukan saat Sidang Paripurna I.

Muktamar PPP ricuh Mardiono

Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy, menyebut klaim tersebut tidak benar. Ia menilai pemberitaan tentang aklamasi hanyalah klaim sepihak dan upaya memecah belah partai. “Tidak betul Mardiono terpilih, apalagi secara aklamasi,” katanya. Rommy menegaskan atmosfer muktamar justru dipenuhi penolakan terhadap Mardiono.

Akar Konflik Muktamar PPP

Konflik internal bukan hal baru di PPP. Dalam dua dekade terakhir, partai ini kerap terbelah akibat dualisme kepemimpinan. Kasus menimpa Suryadharma Ali, Romahurmuziy, hingga Suharso Monoarfa yang tidak menuntaskan masa jabatannya.

Pengamat politik CSIS, Arya Fernandes, menilai akar masalah PPP adalah sejarahnya sebagai hasil fusi empat partai Islam pada 1973. Tarik-menarik kepentingan antarfaksi membuat konflik mudah muncul.

Dampak pada Masa Depan PPP

Muktamar PPP ricuh Mardiono

Peneliti BRIN, Lili Romli, mengingatkan PPP menghadapi tantangan berat: kembali ke Senayan pada Pemilu 2029 setelah gagal lolos pada 2024. Jika konflik terus terjadi, mesin partai sulit solid. “Jangan zero-sum game, harus win-win solution,” katanya.

Peneliti BRIN lainnya, Wasisto Raharjo Jati, menambahkan, parpol yang sudah keluar dari parlemen sulit kembali. Mereka kehilangan sorotan publik, akses dana lebih terbatas, dan kesulitan menjaga konstituen. Untuk bangkit, PPP perlu memperkuat citra, platform ideologi, organisasi, serta pendanaan politik di akar rumput.

Catatan Akhir

Muktamar PPP ke-10 yang seharusnya jadi ajang konsolidasi justru memperdalam perpecahan. Klaim aklamasi Mardiono dipertanyakan banyak pihak. Sementara itu, PPP harus menghadapi kenyataan gagal ke Senayan untuk pertama kalinya sejak berdiri. Jalan partai berlambang Ka’bah menuju 2029 masih panjang dan penuh ujian.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news