Harian Masyarakat | Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2019–2024) Nadiem Makarim resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022. Penetapan diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Nurcahyo Jangkung Madyo, di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Menurut Nurcahyo, penetapan ini dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat, dan barang bukti. Nadiem Makarim diduga menyepakati dan memerintahkan penggunaan Chromebook jauh sebelum proses pengadaan dimulai.
Kerugian negara akibat proyek ini ditaksir mencapai Rp 1,98 triliun. Jumlah pastinya masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kronologi Awal Proyek Chromebook
Program digitalisasi pendidikan pertama kali dibahas pada Agustus 2019. Saat itu, sebuah grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” dibuat, beranggotakan Nadiem Makarim, Jurist Tan, dan Fiona Handayani. Grup ini membahas rencana pengadaan perangkat teknologi pendidikan sebelum Nadiem resmi dilantik sebagai menteri pada 19 Oktober 2019.
Sejak itu, pembahasan mengenai penggunaan sistem operasi Chrome untuk laptop pendidikan terus berjalan. Pada Desember 2019, staf khusus Nadiem Makarim, Jurist Tan, mengadakan pertemuan dengan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membicarakan pengadaan perangkat berbasis Chrome.
Pada Februari 2020, Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan program Google for Education dan perangkat Chromebook. Pertemuan lanjutan berlangsung April 2020, di mana dibicarakan kemungkinan co-investment dari Google sebesar 30 persen jika menggunakan Chrome OS.
Instruksi Langsung dan Penguncian Spesifikasi
Pada rapat daring 6 Mei 2020, Nadiem memimpin langsung pertemuan dengan pejabat Kemendikbudristek dan staf khususnya. Dalam rapat itu, ia memerintahkan agar pengadaan perangkat TIK tahun 2020–2022 diwajibkan menggunakan Chromebook.
Atas instruksi tersebut, Sri Wahyuningsih (Direktur SD) dan Mulyatsyah (Direktur SMP) menyusun petunjuk teknis dan pelaksanaan dengan spesifikasi yang mengunci penggunaan Chrome OS. Tim teknis kemudian dipengaruhi untuk menyusun kajian teknis yang menyebut Chrome OS sebagai standar.
Dana pengadaan laptop ini bersumber dari APBN sebesar Rp 3,6 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 5,6 triliun, dengan total Rp 9,3 triliun. Anggaran itu digunakan untuk membeli sekitar 1,2 juta unit Chromebook.
Namun, penyidik menyebut Chromebook terbukti sulit digunakan oleh guru dan siswa, sehingga manfaatnya tidak optimal.
Deretan Tersangka Lain
Sebelum Nadiem Makarim, Kejagung telah menetapkan empat tersangka lain, yaitu:
- Sri Wahyuningsih – Direktur Sekolah Dasar
- Mulyatsyah – Direktur Sekolah Menengah Pertama
- Jurist Tan – Staf khusus Mendikbudristek
- Ibrahim Arief – Konsultan teknologi
Mereka diduga menjalankan instruksi Nadiem untuk memastikan spesifikasi pengadaan hanya merujuk pada Chrome OS. Jurist Tan saat ini masih berada di luar negeri.

Dengan penambahan Nadiem Makarim, total tersangka kasus Chromebook menjadi lima orang.
Penahanan Nadiem Makarim
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem langsung ditahan di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Ia keluar dari Gedung Bundar Jampidsus mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda dengan tangan diborgol.
Kepada wartawan, Nadiem Makarim membantah tuduhan korupsi. “Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya, seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran nomor satu,” ujarnya sebelum masuk ke mobil tahanan.
Program Chromebook: Ambisi Digitalisasi Pendidikan
Saat menjabat, Nadiem menekankan digitalisasi pendidikan sebagai kebutuhan mendesak, terutama saat pandemi Covid-19. Dalam periode 2019–2022, Kemendikbudristek mengadakan lebih dari 1,1 juta laptop, modem 3G, dan proyektor untuk 77.000 sekolah.
Chromebook dipilih karena dianggap ringan, kompatibel dengan Google for Education, dan lebih hemat biaya lisensi dibanding sistem operasi lain. Program ini juga melibatkan produsen lokal seperti Axioo, Advan, SPC, dan Zyrex dalam perakitan. Siswa SMK dilibatkan dalam proses produksi hingga layanan purna jual.
Selain penyediaan perangkat, Google menjanjikan pelatihan berpikir komputasional bagi puluhan ribu guru.
Meski dirancang ambisius, proyek ini kini menjadi sorotan karena dugaan adanya penguncian spesifikasi yang menguntungkan satu produk dan menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Kasus Lain: Google Cloud
Selain kasus Chromebook, KPK juga tengah menyelidiki dugaan korupsi pengadaan layanan Google Cloud di Kemendikbudristek. Layanan ini digunakan untuk penyimpanan data pendidikan selama pembelajaran daring.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan penyelidikan masih berlangsung. Sejumlah saksi sudah diperiksa, termasuk Nadiem pada Agustus 2025, mantan petinggi GoTo Melissa Siska Juminto, Andre Soelistyo, serta mantan staf khusus Nadiem, Fiona Handayani.
Meski kasus Chromebook ditangani Kejagung dan Google Cloud oleh KPK, keduanya saling terkait. Kejagung menangani pengadaan perangkat keras, sementara KPK fokus pada perangkat lunak.
Jerat Hukum
Nadiem Makarim dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.