Kehadiran Ormas GRIB Jaya di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar)mendapat perlawanan dari masyarakat dan pemerintah. Karena keberadaan organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) yang dinilai menimbulkan keresahan di masyarakat.
Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan, menyatakan bahwa ormas GRIB Jaya tidak lagi memiliki ruang gerak di wilayah Kalimantan Barat.
“GRIB tidak punya tempat di Kalbar. Saya sudah perintahkan Kesbangpol untuk tidak menerima audiensi maupun bentuk komunikasi lainnya,” kata Krisantus dalam keterangan pers yang diterima, Kamis (22/5/2025).
Langkah tegas ini diambil setelah laporan mengenai aktivitas ormas GRIB Jaya yang dianggap memicu gangguan ketertiban dan menimbulkan kegaduhan di berbagai lokasi.
“Sudah cukup. Mereka bikin ribut di mana-mana,” ujar Krisantus, tanpa merinci lokasi-lokasi yang dimaksud.
Pemerintah Provinsi menilai tindakan ini sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan ketenteraman di Kalbar.
Krisantus menekankan pentingnya peran serta aparat keamanan dalam memastikan situasi tetap kondusif.
“Kami butuh sinergi. Mari kita jaga Kalimantan Barat agar tetap aman dan damai,” ucap Krisantus.
Penolakan terhadap Ormas GRIB Jaya menjadi sinyal kuat bahwa Pemprov Kalbar tidak memberikan ruang toleransi terhadap organisasi masyarakat yang mengganggu ketertiban umum.
“Saya mohon juga dukungan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri dalam menjaga ketertiban dan keamanan. Mari kita berkolaborasi, menghadirkan rasa aman di Kalbar,” tutur Krisantus.
Sebelumnya, Bali juga menolak keberadaan GRIB. Penolakan Ormas GRIB Jaya di Bali berasal dari berbagai pihak mulai dari pemimpin daerah hingga para pecalang.
Untuk diketahui, Pulau Dewata selama ini mempunyai petugas keamanan adat yang bernama pecalang. Mereka lah yang menjaga ketertiban dan keamanan di sana.
Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta telah menyatakan penolakannya terhadap GRIB Jaya karena wilayah tersebut sudah memiliki dewan keamanan berbasis kearifan lokal.
“Jadi prinsipnya kami melihat bahwa di Bali ini kita sudah memiliki aparatur negara, baik itu TNI maupun Polri, yang bertalian dengan keamanan dan ketertiban masyarakat itu satu,” ujar Giri Prasta di Kantor Gubernur pada Senin (5/5/2025).
“Yang kedua, dari 1.400 lebih desa adat, itu sudah memiliki pecalang desa adat. Nah, pecalang desa adat ini mempunyai peran untuk menjaga estetika wilayah adat itu sendiri,” paparnya.
Senada dengan Giri Prasta, Ketua Pecalang Bali Made Mudra juga mendukung penolakan Pemerintah Provinsi Bali terhadap ormas tersebut.
Menurutnya, Bali sudah memiliki sistem keamanan berlapis dari mulai pemerintah hingga pemangku adat. Ia pun khawatir jika ada ormas dari luar akan memicu gesekan di antara masyarakat.
Meskipun demikian, Mudra sebagai Ketua Pecalang Bali menyerahkan keputusan kepada pihak yang lebih berwenang seperti Pemprov dan Kapolda. ”
Itu penolakan-penolakan itu relatif ya. Saya tidak mengkoordinasi harus apa yang vulgar disampaikan karena yang berhak menolak gubernur, wali kota, dan polisi,” kata Mudra.
“Kalau kami melaksanakan sesuai instruksi dari Gubernur Bali, jaga keamanan, urusan lain biar pejabat yang di atas yang menentukan sikap. Sikap itu disampaikan Pak Gubernur, bahwa Ormas yang viral di Bali itu sangat tidak bisa diterima,” tambahnya.
Menurut penuturan Mudra, sudah ada 20.000 lebih anggota pecalang yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. Mereka berasal dari 1.500 desa adat yang tersebar di pulau tersebut.