spot_img

Terungkap! Penggunaan Jet Pribadi oleh Komisioner KPU Berujung Sanksi

Harian Masyarakat – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, termasuk Ketua KPU Mochammad Afifuddin. Mereka terbukti menggunakan jet pribadi untuk perjalanan dinas selama Pemilu 2024 dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 90 miliar.

Sanksi dibacakan langsung oleh Ketua DKPP, Heddy Lugito, dalam sidang putusan pada Selasa, 21 Oktober 2025.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras pada teradu satu Mochammad Afifuddin selaku ketua merangkap anggota, teradu dua Idham Holik, teradu tiga Yulianto Sudrajat, teradu empat Parsadaan Harahap, teradu lima August Mellaz, masing-masing selaku anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Heddy.

Selain kelima komisioner tersebut, Sekretaris Jenderal KPU RI Bernard Dermawan Sutrisno juga dijatuhi sanksi serupa.
Sementara itu, Betty Epsilon Idroos, satu-satunya anggota KPU yang menolak menggunakan jet pribadi, direhabilitasi karena tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.

Anggaran Rp 90 Miliar untuk “Distribusi Logistik”

Fakta persidangan yang dibacakan anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengungkap bahwa penggunaan jet pribadi ini berasal dari anggaran sewa dukungan kendaraan distribusi logistik Pemilu 2024.
Anggaran tersebut masuk dalam kode RUP469 dengan sumber dana APBN sebesar Rp 90 miliar. Kontrak pelaksanaan dilakukan pada Januari hingga Februari 2024, dan diumumkan melalui sistem e-Purchasing pada 6 Januari 2025.

Dalam penjelasannya, Raka Sandi menyebut penggunaan anggaran itu seharusnya untuk mendukung distribusi logistik ke daerah-daerah sulit. Namun dalam praktiknya, jet pribadi justru digunakan untuk berbagai perjalanan yang tidak terkait langsung dengan pengiriman logistik.

Jet Pribadi
Ilustrasi foto diambil dari Unsplash oleh [Chris Leipelt]

59 Kali Terbang dengan Jet Mewah

Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo memaparkan bahwa jet pribadi jenis Embraer Legacy 650 digunakan sebanyak 59 kali oleh para pejabat KPU.
Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak satu pun dari 59 perjalanan tersebut dilakukan untuk tujuan distribusi logistik.

Ratna menyebut alasan para teradu:

  • Monitoring logistik
  • Bimbingan teknis penyelenggara pemungutan suara
  • Penguatan kapasitas kelembagaan
  • Penyerahan santunan petugas badan ad hoc
    Namun, fakta menunjukkan sebagian besar perjalanan tidak menuju daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
    Bahkan, wilayah yang dikunjungi seperti Bali, Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur memiliki penerbangan komersial reguler yang memadai.

Dalam salah satu contoh, jet pribadi digunakan untuk perjalanan ke Bali dengan alasan “monitoring logistik dan sortir surat suara.”
Perjalanan lain ke Kuala Lumpur, Malaysia dilakukan untuk memantau perhitungan suara di daerah pemilihan luar negeri.
DKPP menyimpulkan semua perjalanan itu tidak relevan dengan dalih distribusi logistik.

Awal Mula Kasus: Disorot DPR dan Diadukan ke DKPP

Skandal jet pribadi KPU pertama kali mencuat pada rapat Komisi II DPR RI di Senayan, 15 Mei 2024.
Anggota DPR Fraksi Golkar, Riswan Tony, menuding para petinggi KPU hidup berfoya-foya menggunakan fasilitas mewah, termasuk jet pribadi.
Ia bahkan menyebut ada gaya hidup yang tak pantas bagi pejabat publik.
“Nyewa privat jet, belum lagi dugemnya, bukan kita nggak dengar itu. Pasti DKPP tahu,” ujar Riswan di depan forum.

Tuduhan tersebut memicu reaksi keras publik dan mendorong pengaduan resmi ke DKPP.
Laporan bernomor 178-PKE-DKPP/VII/2025 diajukan oleh Sri Afrianis dan Dudy Agung Trisna, diwakili kuasa hukum Ibnu Syamsu Hidayat.
Para pengadu menuduh enam pejabat KPU melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan menyewa jet pribadi atas nama distribusi logistik.

Pertimbangan DKPP: Melanggar Asas Efisiensi dan Kepatutan

Dalam putusannya, DKPP menegaskan bahwa tindakan para teradu melanggar Pasal 18A dan 18B Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Penggunaan jet pribadi dianggap tidak efisien, tidak pantas, dan tidak sesuai tujuan anggaran.

DKPP menyatakan bahwa penggunaan pesawat mewah itu tidak mencerminkan perilaku pejabat negara yang menjunjung kesederhanaan dan tanggung jawab publik.
“Dalih masa kampanye yang singkat tidak dapat diterima. Fakta menunjukkan jet pribadi digunakan untuk kegiatan di daerah non-3T yang memiliki penerbangan komersial memadai,” tegas Dewi Pettalolo.

Sebaliknya, Betty Epsilon Idroos dipuji karena menolak ikut serta dan memilih menggunakan penerbangan komersial.
“Tindakan Betty merupakan contoh kepatutan pejabat publik,” tulis DKPP dalam pertimbangan hukumnya.

Putusan DKPP ini memperkuat sorotan publik terhadap transparansi dan integritas lembaga penyelenggara pemilu.
Kasus jet pribadi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang penggunaan dana publik, etika pejabat negara, dan pengawasan internal di KPU.

Meski tidak ada tuntutan pidana, sanksi etik dari DKPP menjadi sinyal bahwa perilaku mewah pejabat penyelenggara pemilu tidak bisa ditoleransi.
Kasus ini juga memicu dorongan agar pemerintah dan DPR meninjau kembali sistem penganggaran logistik pemilu, agar tidak disalahgunakan dengan alasan efisiensi.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news