Para penjarah telah menguasai 15 truk bantuan kemanusiaan dari Program Pangan Dunia atau WFP ke Gaza pada Kamis (22/5/2025) malam.
Padahal, truk yang dikuasai para penjarah tersebut merupakan sebagian kecil dari bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza setelah Israel memberlakukan blokade total sekitar dua bulan.
WFP menyatakan, para penjarah melakukan aksinya ketika truk-truk tersebut menuju ke toko-toko roti di sana.
Badan di bawah organisasi tersebut menegaskan, penjarahan tak lepas dari kecemasan mereka akibat blokade bantuan yang diterapkan Israel.
“Kelaparan, keputusasaan, dan kecemasan mengenai apakah bantuan pangan lainnya akan datang, berkontribusi terhadap meningkatnya ketidakamanan,” kata WFP, sebagaimana dilansir Washington Post.
“Kami membutuhkan dukungan dari otoritas Israel untuk mengirimkan bantuan pangan dalam jumlah yang jauh lebih besar ke Gaza dengan lebih cepat, lebih konsisten, dan diangkut melalui rute yang lebih aman,” imbuhnya.
Israel mengizinkan beberapa truk bantuan masuk ke Gaza dalam beberapa hari terakhir di setelah terus ditekan oleh kritik internasional.
Pada Rabu, (21/5/2025) ada 90 puluh truk yang membawa tepung, makanan bayi, dan suplemen gizi memasuki Jalur Gaza menurut laporan badan urusan kemanusiaan PBB, bantuan pertama yang masuk dalam 80 hari.
Pada Kamis, COGAT, bagian dari Kementerian Pertahanan Israel yang mengoordinasikan bantuan di Gaza, melaporkan ada 107 truk yang masuk.
Di sisi lain, beberapa organisasi kemanusiaan mengatakan jumlah tersebut tidaklah cukup. Mereka menilai, penduduk Gaza membutuhkan 500 truk bantuan sehari.
International Rescue Committee menyatakan pada Jumat (23/5/2025), bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza minggu ini bahkan belum menyentuh permukaan dari kebutuhan Gaza.
Satu dari lima orang di daerah kantong itu sekarang berisiko kelaparan, menurut sebuah analisi yang didukung PBB.
Israel Blokade Bantuan
Israel beralasan, blokade bantuan yang dimulai pada 2 Maret tersebut merupakan upaya untuk memaksa milisi Hamas menyerah dan membebaskan 58 sandera yang masih berada di Gaza.
Akan tetapi, blokade maupun operasi militer Israel yang terus dilancarkan tidak mendorong Hamas untuk menyerah.
Di sisi lain, warga sipil di daerah kantong itu menjadi korban terbesarnya. Mereka kelaparan dan minim akses ke perawatan kesehatan.
Lebih dari 53.800 orang tewas akibat operasi militer yang dilancarkan Israel ke Gaza pada Oktober 2023. Sebagian besar dari korban adalah wanita dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Jumlah korban tidak termasuk mereka yang jasadnya masih terperangkap di bawah reruntuhan atau dikubur oleh anggota keluarga tanpa dibawa ke rumah sakit atau kamar jenazah.
Penjarahan
Sejumlah organisasi bantuan mengatakan, otoritas Israel telah menolak sebagian besar permintaan mereka untuk perlindungan yang lebih baik guna mengamankan penyaluran truk-truk bantuan.
Mulai dari pejabat PBB hingga pengemudi truk mengatakan, pasukan Israel yang berada di sekitar penjarahan gagal melakukan intervensi.
Militer Israel membantah tuduhan tersebut. Mereka mengatakan telah bekerja keras untuk memfasilitasi pasokan bantuan dan bahwa pasukannya telah menargetkan para penjarah.
Setelah serangan Hamas terhadap Israel, kampanye militer di Gaza mendapat dukungan luas di kalangan warga Israel. Namun kini dukungan tersebut mulai berkurang.
Pada Jumat, ratusan aktivis perdamaian berunjuk rasa di Israel selatan untuk menuntut gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan.
“Tidak ada keamanan atau kenyamanan dalam kelanjutan perang,” teriak salah satu dari mereka.
“Kalian tidak akan memperoleh keamanan dengan jenazah (membunuh) anak-anak,” teriak yang lain.