Harian Masyarakat | Pemerintah Israel, melalui Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, mengumumkan persetujuan pembangunan lebih dari 3.400 unit rumah di kawasan E1, wilayah strategis yang menghubungkan Yerusalem dengan permukiman ilegal Maale Adumim di Tepi Barat. Proyek ini telah dibekukan selama dua dekade akibat tekanan internasional, namun kini kembali dijalankan dengan dukungan penuh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Langkah ini dinilai akan secara efektif memutus wilayah Tepi Barat menjadi dua bagian, mengisolasi Yerusalem Timur yang diduduki dari kota-kota utama Palestina seperti Ramallah dan Bethlehem. Kondisi ini akan membuat mustahil terbentuknya negara Palestina yang berdaulat dan berwilayah utuh.
“Mengubur Ide Negara Palestina”
Dalam pidato di lokasi proyek, Smotrich menegaskan bahwa pembangunan E1 adalah jawaban Israel terhadap negara-negara yang berencana mengakui Palestina.
“Siapa pun di dunia yang mencoba mengakui negara Palestina hari ini akan menerima jawaban kami di lapangan, bukan lewat dokumen atau pidato, tapi lewat fakta rumah dan permukiman,” ujarnya.

Smotrich, yang juga memiliki kewenangan luas atas persetujuan permukiman melalui Kementerian Pertahanan, menyebut proyek E1 sebagai “Zionisme terbaik” dan klaim bahwa tanah tersebut “diberikan Tuhan kepada bangsa Yahudi”.
Dampak Strategis: Memutus Kontinuitas Wilayah Palestina
Menurut pengawas anti-permukiman Peace Now, pengembangan E1 akan memisahkan bagian utara dan selatan Tepi Barat, menghalangi terbentuknya wilayah Palestina yang berkesinambungan. Efeknya akan memutus hubungan ekonomi dan mobilitas warga Palestina di kota-kota besar.
Selain itu, rencana ini datang di tengah lonjakan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat sejak serangan Hamas 7 Oktober 2023. Peace Now mencatat, hanya dalam beberapa hari terakhir, pemerintah Israel telah menyetujui total 4.030 unit rumah baru, termasuk 3.300 unit di Maale Adumim yang meningkatkan stok perumahan di sana hingga 33 persen.
Kecaman Internasional dan Tuduhan Kejahatan Perang Israel
Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut proyek E1 sebagai perpanjangan dari kejahatan genosida, pengusiran, dan aneksasi yang dilakukan Israel, sejalan dengan ambisi “Israel Raya” yang diungkapkan Netanyahu. Pemerintah Palestina menyerukan tekanan internasional, khususnya dari Amerika Serikat, untuk menghentikan pembangunan ini.

Qatar mengecam langkah Smotrich sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional”. Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide, menilai rencana ini membuktikan Israel “berusaha merebut tanah milik Palestina untuk mencegah solusi dua negara”.
Banyak negara Barat, termasuk Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia, telah mengkritik kebijakan perluasan permukiman Israel. Beberapa bahkan telah menjatuhkan sanksi terhadap Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir atas tuduhan menghasut kekerasan terhadap warga Palestina.
Pelanggaran Hukum Internasional yang Sistematis
Mayoritas komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, memandang semua permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai ilegal berdasarkan hukum internasional. Pandangan ini ditegaskan dalam berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB dan pendapat Mahkamah Internasional.
Meski demikian, Israel menolak interpretasi ini dan menyebut Tepi Barat sebagai wilayah “disengketakan” alih-alih “diduduki”. Israel mengklaim wilayah tersebut memiliki nilai sejarah dan keamanan strategis, menyebutnya sebagai “Yudea dan Samaria,” istilah yang digunakan untuk menegaskan klaim alkitabiah.
Situasi di Lapangan: Dari Gaza ke Tepi Barat
Pembangunan E1 diumumkan saat Israel menghadapi kecaman global atas serangan militernya di Gaza yang, menurut otoritas kesehatan setempat, telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina.
Di Tepi Barat, sekitar 700.000 pemukim ilegal Yahudi kini tinggal di antara 2,7 juta warga Palestina, memperdalam fragmentasi wilayah dan ketegangan.
Hakim Hagit Ofran dari Peace Now memperingatkan bahwa hanya tinggal satu langkah administratif sebelum proyek ini resmi dimulai. “Bulldozer bisa bergerak dalam hitungan hari,” katanya, menegaskan bahwa Netanyahu hampir pasti mendukung langkah Smotrich.
Menguatnya Tekanan untuk Aneksasi
Bulan lalu, parlemen Israel mengeluarkan seruan resmi kepada pemerintah untuk menganeksasi blok-blok permukiman besar di Tepi Barat. Pendukung aneksasi mengklaim warga Israel berhak tinggal permanen di wilayah tersebut.
Dengan pembangunan E1, langkah menuju aneksasi penuh Tepi Barat semakin terbuka. Proyek ini tidak hanya memutus wilayah Palestina secara geografis, tetapi juga mematahkan kerangka hukum dan politik yang menjadi dasar pembentukan negara Palestina dalam skema solusi dua negara.