spot_img

Pertarungan Dua Versi Reformasi Polri: Tim Bentukan Kapolri vs Komite Bentukan Presiden

Harian Masyarakat | Gelombang tuntutan reformasi Polri kembali menguat setelah aksi demonstrasi besar-besaran pada Agustus–September 2025 diwarnai kekerasan aparat. Kritik publik kian tajam terhadap kinerja, akuntabilitas, dan integritas Polri. Di tengah tekanan itu, muncul dua inisiatif berbeda untuk mereformasi institusi kepolisian: Tim Transformasi Reformasi Polri bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Komite Reformasi Polri bentukan Presiden Prabowo Subianto.

Meski sama-sama mengusung misi perubahan, kedua tim ini berbeda secara fundamental: dari komposisi, legitimasi, hingga potensi efektivitas.

Tim Reformasi Polri Bentukan Kapolri

Struktur dan Tugas

Pada 17 September 2025, Kapolri menerbitkan Surat Perintah Sprin/2749/IX/TUK.2.1./2025 untuk membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri beranggotakan 52 perwira (47 perwira tinggi, 5 perwira menengah). Tim dipimpin Kepala Lemdiklat Polri Komjen Chryshnanda Dwilaksana, dengan Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo sebagai penasihat dan Kapolri sendiri sebagai pelindung.

Tim Transformasi Reformasi Polri kapolri

Mandat tim ini mencakup koordinasi dengan berbagai unsur terkait, penyusunan rencana kegiatan, anggaran, serta pelaksanaan perintah reformasi sesuai arahan Kapolri. Menurut Chryshnanda, tim tidak hanya berfokus pada perubahan struktural, tetapi juga transformasi nilai, mencakup moralitas, keterbukaan, dan pelayanan publik.

Kritik Publik dan Akademisi

Langkah Kapolri menuai kritik luas.

  • Netizen menilai tim ini hanya berisi orang dalam. Seorang pengguna X menulis, “Tim Transformasi Reformasi Polri, isinya dia-dia juga, bukan orang-orang independen. Jujur, ini cuma buang-buang duit negara.”
  • Akademisi seperti Muhammad Naziful Haq (PVRI) menilai tim penuh konflik kepentingan karena seluruh anggotanya berasal dari Polri. Ia menyarankan pelibatan akademisi, masyarakat sipil, dan tokoh independen.
  • Herdiansyah Hamzah, pengajar hukum Universitas Mulawarman, menyebut langkah ini seperti “jeruk makan jeruk” dan mendesak Presiden yang seharusnya memimpin reformasi dengan tim independen.
  • Pengamat politik Jamiluddin Ritonga memperingatkan potensi benturan antara tim Kapolri dan komite Presiden yang justru bisa membingungkan publik.

Selain itu, keberadaan dua nama bermasalah dalam tim, salah satunya eks Kapolres Malang Kombes Ferli Hidayat (terlibat Tragedi Kanjuruhan), juga memicu sorotan.

Pandangan Berbeda

  • Soedeson Tandra (Golkar) meminta publik menghargai niat Polri untuk berbenah, meski mengingatkan pentingnya transparansi.
  • Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai pembentukan tim internal sah secara administratif dan bisa menjadi bahan awal bagi Presiden, tetapi keberadaan anggota bermasalah tetap melemahkan kredibilitas.

Komite Reformasi Polri Bentukan Presiden

Berbeda dengan Kapolri, Presiden Prabowo menyiapkan Komite Reformasi Polri yang berisi figur independen. Ia sudah menunjuk Jenderal (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Bidang Kamtibmas dan Reformasi Kepolisian, serta memastikan tokoh berintegritas seperti Mahfud MD akan bergabung.

reformasi polri polisi kapolri presiden prabowo
Jenderal (Purn) Ahmad Dofiri, Penasihat Khusus Bidang Kamtibmas dan Reformasi Kepolisian

Menurut Mensesneg Prasetyo Hadi, komite ini akan beranggotakan sekitar sembilan orang, tanpa batasan waktu kerja, dan diisi tokoh-tokoh yang memiliki kredibilitas publik, termasuk kemungkinan mantan Kapolri.

Tokoh masyarakat seperti Sudirman Said menegaskan keberhasilan reformasi hanya mungkin jika komite bekerja secara transparan, melibatkan partisipasi publik, serta berani menyegarkan kepemimpinan Polri. Tanpa itu, reformasi hanya akan jadi proyek elitis.

Dimensi Politik: Siapa Menguasai Narasi Reformasi?

Pembentukan tim internal Polri saat Presiden sedang berada di luar negeri memunculkan tafsir politik. Beberapa pengamat melihatnya sebagai manuver Kapolri untuk mempertahankan otonomi institusi dan mengendalikan narasi reformasi sebelum Presiden memimpin penuh.

Langkah ini berpotensi melemahkan legitimasi Komite Reformasi Polri bentukan Presiden. Publik bisa melihat adanya dualisme otoritas. Pertanyaan besar muncul: siapa yang akan lebih dipercaya, tim internal yang rawan konflik kepentingan atau komite independen yang membawa wajah baru?

Kritik dari Mantan Jenderal

Eks Kabareskrim Susno Duadji menegaskan bahwa reformasi tidak akan efektif jika hanya menyentuh level menengah-bawah. Menurutnya, akar masalah ada di elite Polri yang gagal memberikan pelayanan adil. Ia mendesak agar elite Polri diganti dengan generasi muda yang lebih berkualitas dan humanis.

Potensi Benturan dan Masa Depan Reformasi

  1. Tim Kapolri berfokus pada reformasi internal, tetapi penuh sorotan konflik kepentingan.
  2. Komite Presiden berpotensi lebih dipercaya publik karena berisi figur independen dan tokoh kredibel.
  3. Risiko benturan hasil kerja kedua tim dapat membingungkan masyarakat dan menurunkan legitimasi reformasi.

reformasi polri polisi kapolri presiden prabowo

Reformasi Polri kini berada di persimpangan. Kapolri memilih jalur internal dengan membentuk tim 52 perwira, sementara Presiden menyiapkan komite independen yang lebih mendapat kepercayaan publik.

Pertarungan legitimasi ini bukan sekadar teknis, melainkan menyangkut arah kekuasaan: apakah reformasi Polri akan dikendalikan dari dalam oleh jajaran lama, atau dari luar melalui komite independen yang dipimpin Presiden.

Ke depan, keberhasilan reformasi Polri akan sangat ditentukan oleh siapa yang menguasai narasi perubahan dan mampu merebut kepercayaan publik.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news