Harian Masyarakat | Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) tengah menuai sorotan tajam setelah tetap melaksanakan retret kepemimpinan strategis bagi 677 pejabat struktural dengan anggaran mencapai Rp 1 miliar. Kegiatan berlangsung di Kampus Universitas Pertahanan (Unhan) RI Ben Mboi, Atambua, Kabupaten Belu dalam dua gelombang: 23–27 September 2025 (330 peserta) dan 1–5 Oktober 2025 (347 peserta).
Peserta yang ikut adalah pejabat eselon II, III, dan IV dari seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Sementara itu, pelayanan publik diklaim tidak terganggu karena posisi mereka digantikan Pelaksana Harian (Plh).

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan retret ini bertujuan memperkuat birokrasi, menyatukan visi pembangunan pusat dan daerah, sekaligus meningkatkan kapasitas kepemimpinan. Ia juga menyebut pemilihan lokasi di Unhan Belu dimaksudkan agar memberi dampak ekonomi bagi masyarakat di daerah perbatasan melalui belanja konsumsi dan jasa lokal.
Latar Belakang dan Kontroversi Anggaran
Retret ini digelar saat Pemprov NTT menghadapi berbagai persoalan serius:
- Angka kemiskinan mencapai 18 persen, salah satu yang tertinggi di Indonesia.
- Serapan belanja modal baru 13 persen, jauh di bawah target.
- Pendapatan asli daerah (PAD) per September 2025 baru Rp 1 triliun, dari target Rp 1,774 triliun tahun ini.
- Utang daerah masih menumpuk, sementara pemerintah pusat sedang gencar melakukan efisiensi anggaran.
Tidak hanya itu, beberapa waktu sebelumnya, Gubernur Melkiades juga disorot karena menaikkan tunjangan rumah dan mobil DPRD NTT sebesar Rp 41,4 miliar. Keputusan ini dinilai tidak sejalan dengan situasi ekonomi daerah yang tengah sulit.
Kondisi tersebut membuat publik dan DPRD sempat meminta agar retret dibatalkan, tetapi permintaan itu diabaikan.
Kritik Tajam dari Publik dan DPRD
Sejumlah pihak mempertanyakan urgensi retret ini:
- Ombudsman NTT melalui Kepala Perwakilan Darius Beda Daton menilai kegiatan ini tidak tepat. “Di tengah sorotan publik terkait efisiensi anggaran dan angka kemiskinan yang tinggi, anggaran daerah seharusnya diarahkan ke hal-hal yang lebih urgen,” ujarnya.
- Anggota DPRD NTT Fraksi NasDem, Alex Take Ofong, menuding retret ini hanya meniru kebijakan pemerintah pusat tanpa arah yang jelas. Menurutnya, Pemprov NTT seharusnya fokus mempercepat serapan anggaran dan mengejar target PAD ketimbang menghabiskan Rp 1 miliar untuk retret.
- Pengamat hukum tata negara Universitas Nusa Cendana, John Tuba Helan, mempertanyakan hasil yang ingin dicapai. Ia menilai keberhasilan retret Pemprov NTT harus terukur. “Jika tidak ada hasil yang jelas, lebih baik dihapus saja. Faktanya, retret sebelumnya di level nasional tidak mencegah pejabat terlibat korupsi,” tegasnya.
- Sejumlah warga pun menilai kegiatan ini tidak memberi dampak langsung. Seorang pensiunan pegawai menyebut, “Upgrade kapasitas pejabat seperti apa lagi? Dari dulu ada pelatihan, tapi hasilnya sama saja. Yang ada hanya APBD habis.”
Klaim Manfaat dari Pemprov NTT
Meski kritik tajam bermunculan, Pemprov NTT bersikeras bahwa retret adalah investasi sumber daya manusia (SDM), bukan pemborosan. Kepala BKD NTT, Yosef Rasi, menjelaskan beberapa alasan:
- Retret adalah forum refleksi dan revitalisasi kepemimpinan.
- Materi mencakup kepemimpinan strategis, bela negara, FGD, studi kasus, hingga penguatan spiritual.
- Narasumber berasal dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kejaksaan, dan instansi lain.
- Peserta diwajibkan menyusun rencana aksi konkret sebagai tindak lanjut.
- Biaya dianggap “sangat minim” untuk 677 peserta selama 10 hari, bahkan peserta ikut menanggung kebutuhan pribadi.
Yosef juga menegaskan bahwa komunikasi dengan DPRD sudah dilakukan meski nomenklatur “retret” tidak muncul dalam APBD murni maupun APBD Perubahan.
Pertanyaan Utama: Apa Urgensinya?
Kegiatan retret pejabat Pemprov NTT menimbulkan pertanyaan besar:
- Apakah benar retret seharga Rp 1 miliar ini akan menghasilkan perubahan nyata pada kinerja birokrasi?
- Apakah tidak ada metode lain yang lebih murah dan tepat sasaran untuk meningkatkan kapasitas pejabat?
- Apakah keputusan ini sesuai dengan semangat efisiensi anggaran yang sedang dicanangkan pemerintah pusat?
Di tengah angka kemiskinan tinggi, rendahnya serapan anggaran, dan utang daerah yang membengkak, publik wajar mempertanyakan prioritas pemerintah daerah. Retret bisa saja memberi manfaat jangka panjang, tetapi tanpa hasil terukur dan transparansi yang jelas, kegiatan ini rawan dipersepsikan hanya sebagai pemborosan uang rakyat.