Harian Masyarakat | Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menjadi sorotan setelah Erick Thohir dilantik menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga pada 17 September 2025. Kursi Menteri BUMN pun dibiarkan kosong, sementara Wakil Menteri BUMN sekaligus Chief Organization Officer Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Donny Oskaria, ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri BUMN.
Kondisi ini memunculkan spekulasi soal masa depan Kementerian BUMN, terlebih karena wacana peleburan dengan BPI Danantara kian menguat.

RUU Danantara Masuk Prolegnas 2026
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang BPI Danantara resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026, berdampingan dengan RUU Patriot Bond. DPR juga menyiapkan revisi UU No. 19/2003 tentang BUMN. Dua regulasi ini dinilai bisa menjadi dasar hukum peleburan Kementerian BUMN dengan Daya Anagata Nusantara.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Bob Hasan, menilai peran Kementerian BUMN makin menyusut karena sebagian besar kewenangannya telah dialihkan ke Danantara. Mulai dari pengelolaan dividen, restrukturisasi perusahaan, pembentukan holding, hingga pengesahan rencana kerja investasi kini berada di bawah Daya Anagata Nusantara.
“Sekarang Danantara harus berdiri tegak karena kita sama-sama tahu secara politik hukum susunan manajerial BUMN itu malah merapat ke Danantara,” kata Bob di Kompleks Senayan, 18 September 2025.
Pro dan Kontra di Parlemen
Sikap partai politik terhadap wacana ini beragam.
- Golkar menilai hubungan antara Kementerian BUMN, Danantara, dan BUMN masih ambigu. Menurut Sarmuji, perlu kejelasan apakah Danantara akan menjadi regulator atau tetap terkait dengan Kementerian BUMN. Golkar membuka opsi peleburan.
- Demokrat melalui Herman Khaeron menekankan bahwa keputusan sepenuhnya ada di tangan Presiden. Partainya memilih menunggu arahan resmi pemerintah.
- NasDem tegas menolak. Subardi menyebut Kementerian BUMN tetap penting karena secara hukum masih diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2025. Ia bahkan mengusulkan agar Kepala Danantara merangkap jabatan Menteri BUMN.
- PDIP melalui Mufti Anam bersikap hati-hati. Ia menilai wacana ini sah-sah saja, tetapi harus melalui revisi undang-undang, tata kelola yang transparan, serta menjamin manfaat langsung bagi rakyat.
Sikap Pemerintah

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah belum mengambil keputusan. Menurutnya, kajian masih berjalan dan semua opsi terbuka, mulai dari mempertahankan, mereformasi, hingga meleburkan Kementerian BUMN ke Daya Anagata Nusantara.
“Belum ada, nanti kita tunggu. Ada kemungkinan, tapi memang masih dalam proses kajian dan diskusi,” ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, 19 September 2025.
Pandangan Pengamat dan Ekonom
Kalangan pengamat ekonomi dan kebijakan publik juga menyoroti wacana ini.
- Ronny P. Sasmita berpendapat bahwa Kementerian BUMN sudah kehilangan fungsi setelah sebagian besar kewenangannya diambil alih Danantara. Ia melihat peleburan bisa memperkuat profesionalisme, sekaligus mencegah kementerian dijadikan ajang politik. Ia menawarkan dua opsi:
- Melebur Kementerian BUMN ke Danantara, meniru model superholding seperti SASAC di Tiongkok atau Kuwait Investment Authority.
- Mengubah kementerian menjadi lembaga pengawas independen setara otoritas, semacam “OJK-nya BUMN”.
- Achmad Nur Hidayat, pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, menilai tarik-menarik kepentingan di BUMN terjadi karena fungsi bisnis, pelayanan publik, dan politik bercampur. Menurutnya, peleburan hanya bermanfaat jika diikuti disiplin portofolio, pelepasan unit non-strategis, dan penerapan standar tata kelola ketat.
Achmad juga mengingatkan risiko jika tata kelola tidak dipersiapkan matang, seperti hilangnya setoran jangka pendek negara dari dividen, sementara nilai jangka panjang belum terealisasi.
Risiko dan Implikasi
Wacana pembubaran atau peleburan Kementerian BUMN sarat dengan implikasi politik, ekonomi, dan tata kelola.
- Risiko peleburan:
- Gejolak politik jika proses legislasi dan transisi tidak rapi.
- Potensi kepentingan tersembunyi yang menunggangi kebijakan.
- Kehilangan penerimaan negara dalam jangka pendek.
- Risiko mempertahankan kementerian:
- Tumpang tindih kewenangan dengan Danantara.
- Tambahan birokrasi tanpa nilai tambah.
Bagi publik, seperti diingatkan Mufti Anam, yang paling penting bukan bentuk kelembagaannya, melainkan manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat.