spot_img

Said Didu: Skema Hilirisasi Karpet Merah Untuk China, Beban Untuk Rakyat

Said Didu juga mengkritik keras skema hilirisasi yang menurutnya hanya memperkaya investor China.

Said Didu menyebut bahwa dalam skema hilirisasi investor asing diberi fasilitas bebas pajak, dibebaskan dari royalti, bahkan disubsidi listrik melalui batu bara Indonesia.

“Masa sudah dikasih bahan baku bebas pajak, kita subsidi pula listriknya? Itu bukan hilirisasi, itu penghambaan!” ujar Said Didu dengan geram.

Menurut hitungannya, kerugian negara mencapai Rp1.000 triliun per tahun, dan 80% tambang di Indonesia saat ini berstatus ilegal atau bermasalah.

Said Didu menyampaikan pesan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Ia mendesak audit total sektor tambang, penertiban mafia, dan pembersihan jaringan yang ditinggalkan era Jokowi.

“Pak Prabowo, jangan buang kesempatan ini untuk membersihkan oligarki dan pelindung Jokowi,” tegasnya.

Ia juga mengutip peringatan dari tokoh senior: jika Prabowo lambat bertindak, maka ia bisa “digulingkan oleh geng Solo, oligarki, dan parpol dalam tiga bulan ke depan

80 Persen Tambang Ilegal, “Pintu Belakang” di era Jokowi

Said Didu menuturkan pengalamannya saat hampir ditunjuk menjadi Dirjen Minerba. Ia mengaku ditolak karena dianggap mengancam eksistensi para pemain besar tambang yang ia sebut “gajah-gajah tambang”.

“Saat itu, saya ingin menghadapi mafia tambang. Pelakunya tak sampai 10 orang, tapi gajah semua,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan clean and clear dari Kementerian ESDM justru dibypass melalui kementerian lain. Ia menyoroti pembangunan smelter di Morowali yang mendapatkan izin industri, bukan izin pertambangan (IUP), sehingga beroperasi tanpa pengawasan ketat dari sektor pertambangan.

Raja Ampat: Surga yang Disakiti

Said Didu juga menyoroti kasus tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Empat perusahaan—PT Anugrah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Rayond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining—dicabut izinnya oleh Menteri Bahlil Lahadalia. Namun, tambang milik BUMN, PT GAK Nikel, tetap beroperasi.

“Bahlil jangan anggap kami semua bodoh,” sindirnya tajam, menilai pencabutan izin itu hanyalah kosmetik untuk menutupi pelanggaran yang lebih besar.

Lebih lanjut, ia menyebut adanya pelanggaran terhadap UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta dugaan keterlibatan figur-figur besar yang bersembunyi di balik perusahaan proksi.

“Yang kecil-kecil dimunculkan, yang besar disembunyikan. Nama-nama seperti Aguan dan sembilan naga itu bukan rahasia,” ucapnya.

“Ternyata mereka main pintu belakang,” ungkapnya, menyindir kebijakan era Jokowi yang menurutnya justru mempermudah jalan para investor China.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news