spot_img

Sanksi PBB Kembali Jerat Iran: Ekonomi Terpuruk, Diplomasi Mandek, Ancaman Perang Menguat

Harian Masyarakat | Kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2015 pernah dianggap sebagai tonggak sejarah diplomasi global. Teheran setuju membatasi program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Dunia menyambutnya sebagai bukti bahwa diplomasi bisa mencegah konflik.

Namun situasi berubah setelah Donald Trump memenangkan pemilu AS 2016. Pada 2018, Trump secara sepihak menarik AS dari JCPOA dan kembali menjatuhkan sanksi. Iran merespons dengan meningkatkan pengayaan uranium hingga 60 persen. Barat menuduh Teheran melanggar kesepakatan, meski Teheran menegaskan tidak pernah berniat membuat senjata nuklir.

sanksi pbb nuklir iran Joint Comprehensive Plan of Action
Perwakilan beberapa negara mengumumkan Joint Comprehensive Plan of Action

Puncaknya, pada Juni 2025, AS dan Israel melancarkan serangan udara selama 12 hari ke fasilitas nuklir dan militer Iran. Lebih dari 1.000 orang tewas dan kerugian ekonomi mencapai miliaran dolar.

Mekanisme Snapback: Barat Aktifkan “Peluru Terakhir”

Pada 28 Agustus 2025, Inggris, Perancis, dan Jerman (E3) memicu mekanisme “snapback” di Dewan Keamanan PBB. Mekanisme ini memungkinkan sanksi internasional otomatis diberlakukan kembali jika Teheran dianggap melanggar JCPOA.

Hasil voting: 9 mendukung, 4 menolak, 2 abstain. Upaya Rusia dan China untuk mencegah sanksi gagal. Sejak 28 September 2025 pukul 00.00 GMT, semua sanksi PBB resmi aktif kembali.

Sanksi mencakup:

  • Embargo senjata.
  • Larangan seluruh aktivitas pengayaan dan pemrosesan uranium.
  • Larangan aktivitas terkait rudal balistik.
  • Pembekuan aset dan larangan perjalanan bagi puluhan pejabat Iran.
  • Pelarangan impor barang yang bisa mendukung program nuklir.

Seluruh negara anggota PBB diwajibkan menegakkan sanksi dengan langkah non-militer, termasuk penyitaan barang terlarang.

sanksi pbb nuklir iran

Dampak Ekonomi: Rial Terjun Bebas dan Inflasi Menanjak

Pasar Iran langsung terpukul. Nilai tukar rial jatuh ke rekor terendah, sekitar 1,13 juta per dolar AS. Harga barang impor melonjak, pasokan menipis, dan inflasi menembus 40 persen, tertinggi dalam 28 bulan.

Pedagang di Grand Bazaar Teheran mengaku menutup toko sementara karena harga tidak stabil. Sebagian lainnya justru menaikkan harga untuk memanfaatkan situasi. Daya beli masyarakat turun drastis karena pendapatan tidak naik.

Reaksi Iran: Dari Kecaman hingga Ancaman

Pemerintah Iran menolak sanksi sebagai “tidak adil dan ilegal”. Presiden Masoud Pezeshkian menegaskan Teheran tidak akan mengembangkan senjata nuklir, tetapi juga tidak akan tunduk pada tekanan.

Menlu Abbas Araghchi menuding Barat “mengubur diplomasi” dan memilih perundungan. Teheran bahkan menarik duta besarnya dari Inggris, Perancis, dan Jerman untuk konsultasi.

Iran mengisyaratkan langkah balasan:

  • Membatasi kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
  • Membatasi inspeksi nuklir yang sebelumnya sudah terganggu pascaserangan AS-Israel.
  • Mempertimbangkan untuk mengurangi implementasi kewajiban dalam Non-Proliferation Treaty (NPT).

Perpecahan Global: Barat Bersatu, Rusia-China Menolak

E3 dan AS bersikeras sanksi adalah cara menekan Iran agar kembali ke meja perundingan. Menurut mereka, Teheran menolak membuka akses penuh bagi IAEA dan gagal menjelaskan stok uranium yang diperkaya.

Sebaliknya, Rusia dan China menilai mekanisme snapback tidak sah. Menlu Rusia Sergei Lavrov menyebut langkah itu “ilegal” dan memperingatkan bisa merusak hubungan Moskow dengan PBB.

Kedua negara tetap menjadi sekutu utama Teheran. Rusia menandatangani kesepakatan senilai 25 miliar dolar untuk membangun reaktor nuklir baru di Iran. China masih menjadi pembeli utama minyak Iran dengan harga diskon besar. Namun, belum jelas apakah mereka berani melawan risiko sanksi sekunder dari PBB.

sanksi pbb nuklir iran

Israel dan AS: Perang Bisa Berlanjut

Israel menyambut sanksi sebagai kemenangan diplomasi dan menegaskan siap bertindak jika Iran melanjutkan program nuklir. Pejabat Israel menyatakan akan mengawasi ketat aktivitas Teheran.

AS melalui Menlu Marco Rubio menyebut diplomasi masih terbuka, tetapi hanya jika Iran mau melakukan perundingan langsung tanpa mengulur waktu. Trump menyebut serangan Juni lalu sudah memberikan “kerusakan monumental”, meski analis menilai dampaknya tidak sebesar klaim AS.

Masa Depan: Diplomasi di Persimpangan

E3 menekankan sanksi bukan akhir dari diplomasi. Mereka menawarkan menunda sanksi jika Teheran membuka akses bagi IAEA dan membatasi pengayaan uranium. Namun Teheran menolak tawaran semacam itu.

Sejumlah analis menilai kondisi saat ini berbahaya:

  • Iran bisa memperluas program nuklir secara rahasia karena inspeksi IAEA terbatas.
  • Barat kehilangan “peluru terakhir” setelah snapback dipicu.
  • Ketidakjelasan nasib uranium tingkat tinggi Iran menimbulkan spekulasi global.

Ali Vaez dari International Crisis Group memperingatkan, semakin tertutup program nuklir Iran, semakin besar risiko konfrontasi militer baru.

Krisis yang Tak Berujung

Sepuluh tahun setelah JCPOA ditandatangani, dunia kembali ke titik awal. Diplomasi yang dulu dipuji kini runtuh, digantikan sanksi, krisis ekonomi, dan ancaman perang.

Rakyat Iran menjadi pihak paling menderita. Sementara Barat berharap tekanan ekonomi membawa Teheran ke meja perundingan, ancaman eskalasi militer dan ketidakpastian kawasan Timur Tengah semakin besar.

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related news