Harian Masyarakat | DPN (16), siswa baru SMAN 1 Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengalami perubahan perilaku drastis setelah mengikuti hari kedua Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) pada Selasa (15/7/2025).
Remaja yang sebelumnya dikenal ceria ini mendadak menjadi pendiam, sering terlihat cemas, dan enggan berkomunikasi. Bahkan, ia kini memilih menghabiskan waktu di ruang tamu rumahnya, terpisah dari kamar tidur, dan jarang berbicara.
Menurut ibunya, Asiyah (48), DPN pulang sekolah pada hari itu masih terlihat normal. Namun malamnya, sikapnya berubah total. “Dia seperti ketakutan, tidak mau bicara, dan wajahnya tidak ceria. Disuruh makan tidak menjawab,” ujar Asiyah.
Gejala Fisik dan Perawatan di Rumah Sakit
Keesokan paginya, DPN menggigil, sempat muntah, dan terlihat ketakutan. Keluarga sempat membawanya ke RS Bunda dan RS Sinar Kasih, namun kedua rumah sakit tidak dapat menangani karena DPN tidak merespons. Ia lalu dirawat di RS Wijayakusuma selama empat hari sebelum dirujuk ke RSUD Margono Soekarjo karena dugaan radang otak.
Hasil pemeriksaan medis menyatakan tidak ada gangguan pada otak. Selama perawatan di RSUD Margono Soekarjo, DPN sempat memberontak hingga kedua tangan dan kakinya diikat. Bekas jeratan tali masih terlihat di pergelangan tangan dan kakinya. Total, ia menjalani perawatan selama 16 hari di rumah sakit sebelum dipulangkan pada Sabtu (2/8/2025).
Dugaan Perundungan Saat MPLS
Sebelum dibawa ke rumah sakit, DPN sempat menangis dan bercerita kepada budenya bahwa ia dipukul di bagian perut oleh tiga teman satu kelompok saat MPLS. Dalam satu kelompok, terdapat 36 siswa.
Namun, DPN belum mengenal teman-teman barunya dengan baik sehingga sulit bagi keluarga untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut. Dokter juga menyarankan agar keluarga tidak memaksa bertanya demi menjaga kondisi psikisnya.
Reaksi Pihak Sekolah
Kepala SMAN 1 Purwokerto, Tjaraka Tjunduk Karsadi, menyatakan pihaknya telah berusaha mencari informasi dari panitia MPLS, guru, hingga memeriksa rekaman CCTV. Namun, hingga kini belum ditemukan bukti adanya perundungan.

“Kami kesulitan karena anaknya belum bisa diajak bicara. Prinsip sekolah kami adalah bebas bullying, dan kami tidak akan menutupi jika memang ada kejadian,” tegas Tjaraka.
Harapan Keluarga
Asiyah berharap pihak sekolah serius mengusut dugaan perundungan dan memberikan keadilan bagi anaknya. “Saya ingin anak saya kembali sehat dan pelaku, jika ada, bisa ditindak,” ujarnya.
Hingga kini, DPN belum kembali ke sekolah dan masih menjalani pemulihan di rumah. Keluarga terus memantau kondisi mentalnya sambil menunggu ia siap berinteraksi kembali dengan orang lain.