Tersangka korupsi PT Telkom Indonesia bertambah, setelah Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta menetapkan Direktur Utama PT japa Melindo Pratama berinisial EF ditetapkan sebagai tersangka baru.
Sedangkan sebelumnya sudah ditetapkan sembilan tersangka korupsi PT Telkom Indonesia terkait pembiayaan fiktif 2016-2018 telah diumumkan ke oleh pihak kejaksaan.
“Tersangka tersebut adalah EF, Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejati DK Jakarta Syahroh Hasibuan dalam keterangan resminya, Jumat, 16 Mei 2025.
Kasus yang merugikan negara Rp 431 miliar ini berasal dari pembiayaan dengan modus pengadaan fiktif kepada sembilan perusahaan swasta. Nilai proyeknya bervariatif, mulai Rp 10,9 miliar hingga Rp 114,9 miliar.
Untuk nilai proyek fiktif dengan PT Japa Melindo Pratama senilai Rp 60,5 miliar yang dikemas seolah olah ada pengadaan material mekanikal (HVAC), elektrikal, dan elektronik untuk proyek Puri Orchad Apartemen.
Dari total 10 tersangka korupsi PT Telkom Indonesia, tiga di antaranya adalah pejabat dari Telkom dan anak usahanya.
Mereka adalah General Manager Enterprise Financial Management 2017 – 2020, August Hoth P.M; Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom 205-2017, Herman Maulana; dan Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara 2016-2018 Alam Hono.
Juga dijelaskan oleh Syahron, August Cs bekerja sama dengan sembilan perusahaan untuk pembiayaan pengadaan barang. Telkom bertindak sebagai penyedia barang. Kerja sama itu sedari awal bertujuan hanya untuk mengeluarkan uang Telkom.
August Cs kemudian menunjuk empat anak usaha Telkom, PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins dan PT Graha Sarana Duta untuk melakukan pengadaan. Anak usaha Telkom lantas menjalin mitra dengan sejumlah perusahaan lain sebagai penyedia barang.
Namun, barang itu tidak pernah sampai ke sembilan perusahaan. “Karena fiktif,” ujar Syahron.
Yang ada, uang nilai proyek yang masuk ke perusahaan mitra dialirkan ke 9 perusahaan.
Secara kontrak seharusnya setelah 9 perusahaan mendapatkan barang pengadaan, ia harus membayar ke PT Telkom. Kenyataannya tidak pernah ada uang pembayaran pengadaan barang yang masuk ke perusahaan BUMN tersebut.
Penyidik juga menemukan fakta bahwa perusahaan mitra terafiliasi dengan pejabat Telkom. “Perusahaan yang menjadi mitra, antara lain milik Herman Maulana dan Alam Hono.” Tapi nama Herman tidak muncul dalam struktural perusahaan. Melainkan, nama sang istri sebagai salah-satu pemegang saham.