Harian Masyarakat | Amerika Serikat kembali mencatat tonggak bersejarah yang suram. Per 21 Oktober 2025, utang nasional bruto pemerintah federal resmi menembus 38 triliun dolar AS, menurut laporan terbaru Departemen Keuangan AS. Angka ini naik hanya dalam waktu dua bulan setelah utang menyentuh 37 triliun dolar pada pertengahan Agustus.
Kenaikan 1 triliun dolar dalam waktu kurang dari tiga bulan menjadi laju tercepat di luar masa pandemi Covid-19. Departemen Keuangan mencatat angka ini sebagai bagian dari catatan keuangan harian yang menunjukkan kecepatan akumulasi utang pemerintah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dengan utang sebesar itu, setiap warga Amerika secara tidak langsung menanggung beban sekitar 111.000 dolar AS per orang. Nilai total utang ini setara dengan gabungan ekonomi China, India, Jepang, Jerman, dan Inggris.
Shutdown Pemerintah Memperparah Situasi

Kenaikan utang ini terjadi saat pemerintah federal tengah mengalami shutdown karena kebuntuan politik di Kongres. Ratusan ribu pegawai negeri tidak menerima gaji dan layanan publik dihentikan sementara. Menurut Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB), penghentian layanan pemerintah seperti ini dapat memperburuk defisit karena menunda aktivitas ekonomi dan keputusan fiskal.
Shutdown pada tahun 2013, misalnya, menimbulkan kerugian 2 miliar dolar AS akibat hilangnya produktivitas. Shutdown terpanjang dalam sejarah AS pada 2018 bahkan merugikan 11 miliar dolar AS, terutama dari penurunan pengeluaran pegawai federal.
Michael A. Peterson, CEO Peter G. Peterson Foundation, menyebut situasi ini sebagai “tanda paling mengkhawatirkan bahwa para legislator gagal memenuhi tanggung jawab fiskal dasar mereka.” Ia menilai, AS kini menambah utang dua kali lebih cepat dibanding laju pertumbuhan sejak tahun 2000.
Dampak Ekonomi Langsung: Inflasi, Upah Turun, dan Bunga Naik
Menurut Kent Smetters dari Penn Wharton Budget Model, beban utang yang terus meningkat pada akhirnya akan menaikkan inflasi dan menggerus daya beli masyarakat.
“Saya pikir banyak orang ingin tahu bahwa anak dan cucu mereka akan berada dalam kondisi yang layak di masa depan, bahwa mereka akan mampu membeli rumah,” ujar Smetters kepada Associated Press. “Inflasi tambahan itu berlipat ganda dan mengikis daya beli konsumen.”

Laporan Government Accountability Office (GAO) juga menunjukkan dampak nyata bagi masyarakat:
- Biaya pinjaman seperti kredit rumah dan mobil naik.
- Upah pekerja menurun karena perusahaan kekurangan dana untuk investasi.
- Harga barang dan jasa meningkat akibat tekanan inflasi dan bunga tinggi.
Pemerintah Trump Klaim Pangkas Defisit
Meski angka utang meningkat, pemerintahan Presiden Donald Trump mengklaim telah menekan defisit anggaran. Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, mengatakan bahwa selama delapan bulan pertama pemerintahan Trump, defisit berhasil dikurangi 350 miliar dolar AS dibanding periode yang sama tahun 2024.
“Presiden Trump berfokus memangkas pengeluaran, meningkatkan pendapatan, menekan inflasi, serta mengurangi pemborosan dan penipuan,” kata Desai.
Data Departemen Keuangan menunjukkan dari April hingga September 2025, defisit kumulatif mencapai 468 miliar dolar AS, terendah sejak 2019. Menteri Keuangan Scott Bessent menyebut capaian ini hasil kebijakan pengendalian belanja dan peningkatan penerimaan pajak.
Namun, Komite Ekonomi Gabungan memperkirakan total utang nasional masih bertambah 69.713,82 dolar per detik selama setahun terakhir.

Biaya Bunga Jadi Bom Waktu Baru
Peterson Foundation memperingatkan bahwa biaya bunga kini menjadi komponen anggaran yang tumbuh paling cepat. Dalam sepuluh tahun terakhir, AS telah membayar 4 triliun dolar AS untuk bunga utang, dan dalam sepuluh tahun ke depan jumlah itu bisa melonjak menjadi 14 triliun dolar AS.
“Biaya bunga yang melonjak akan menyingkirkan investasi penting di sektor publik dan swasta,” kata Peterson. “Itu berarti lebih sedikit dana untuk pendidikan, infrastruktur, dan riset.”
Kenaikan suku bunga juga membuat beban bunga semakin berat, mempersempit ruang fiskal bagi pemerintah untuk belanja produktif.
Kepercayaan Investor Menurun
Ketidakpastian fiskal dan lonjakan utang memengaruhi kepercayaan pasar keuangan. Lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit AS pada Mei 2025 dari AAA menjadi AA1, mengikuti langkah Standard & Poor’s dan Fitch Ratings yang lebih dulu menurunkannya pada 2011 dan 2023.
David Kelly, Kepala Strategi Global di JP Morgan Asset Management, memperingatkan bahwa utang yang terus meningkat dapat merusak kepercayaan investor global terhadap ekonomi Amerika.

Krisis Struktural: Social Security dan Medicare Terancam
Maya MacGuineas, Presiden Committee for a Responsible Federal Budget, menilai bahwa krisis fiskal AS bukan hanya soal angka utang, tapi juga soal disfungsi politik yang kronis.
“Kenyataannya adalah kita menjadi sangat mati rasa terhadap disfungsi kita sendiri,” katanya. “Kita gagal meloloskan anggaran, melewati tenggat waktu, mengabaikan aturan fiskal, dan menawar sebagian kecil anggaran sementara pendorong terbesar tidak disentuh.”
Ia memperingatkan bahwa dana perwalian untuk Social Security dan Medicare hanya tersisa tujuh tahun sebelum habis. Namun, tidak ada langkah nyata dari para pemimpin politik untuk menghindari krisis tersebut.
Survei Peterson Foundation pada September menunjukkan 81 persen pemilih Amerika menganggap utang nasional sebagai masalah serius. Kekhawatiran itu beralasan karena kenaikan harga, bunga pinjaman, dan beban pajak diperkirakan akan terus meningkat jika pemerintah gagal menekan pengeluaran.
Jalan Menuju Krisis Jika Tak Ada Reformasi

Ekonom memperkirakan lintasan utang AS saat ini tidak berkelanjutan. Analisis Penn Wharton Budget Model memperkirakan pasar keuangan global hanya akan mentoleransi utang AS hingga 200 persen dari PDB. Sementara itu, Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan rasio tersebut bisa tercapai pada tahun 2047, sebagian akibat pemotongan pajak besar dalam kebijakan ekonomi Trump.
Michael Peterson menegaskan, “Menambah triliun demi triliun ke utang dan terus mengelola anggaran dalam mode krisis bukanlah cara bagi negara besar seperti Amerika untuk mengatur keuangannya.”
Ujian Serius bagi Masa Depan Amerika
Lonjakan utang hingga 38 triliun dolar AS di tengah shutdown menjadi peringatan keras bagi Washington. Tanpa reformasi fiskal yang nyata dan kepemimpinan politik yang bertanggung jawab, Amerika Serikat menghadapi risiko penurunan daya saing, melemahnya kepercayaan investor, dan menurunnya kesejahteraan rakyat.
Di tengah ketidakpastian ini, satu hal menjadi jelas: utang bukan lagi sekadar angka di papan digital, melainkan ancaman nyata terhadap masa depan ekonomi Amerika.















